Kamis, 14 Agustus 2008

wali nikah

Wali nikah
Wali nikah adalah orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam akad nikah.Wali ada dua yakni wali dekat/wali qarib yaitu ayah, jika tak ada ayah pindah kepada kakek.
Wali jauh/wali ab’ad.
Yang menjadi wali jauh ini secara berurutan :
1. saudara laki-laki kandung.
2. saudara laki-laki seayah
3. anak saudara laki-laki kandung
4. anak saudara laki-laki seayah
5. paman kandung
6. paman seayah
7. anak paman kandung
8. anak paman seayah
9. ahli waris
10. sultan atau wali hakim yang memegang wilayah umum.
bila semua tidak ada Dalam kondisi seperti ini, yang menjadi wali bagi muslimah tersebut adalah wali hakim (penguasa/sulthaan).
Rasulullah SAW bersabda :
”Tidak sah nikah kecuali dengan wali. Siapa saja perempuan yang dinikahkan tanpa izin walinya maka nikahnya batil, batil, batil. Maka jika perempuan itu tidak mempunyai wali, maka penguasa (sulthaan) adalah wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali.” (HR Abu Dawud).
Hadits lain yang diriwayatkan oleh al-Zuhri dari 'Urwah dari Aisyah, bahwa Rasulullah pernah bersabda,
.وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا, فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
artinya:
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil.” (HR Arba’ah kecuali An-Nasai)
Bahwa setiap perempuan yang menikah tanpa mendapatkan ijin dari walinya, maka pernikahannya batal.
Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. maka wali tersebut disebut wali ‘adhol. Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik.

Allah SWT berfirman :
فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢٣٢)
artinya: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian di antara kamu. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “ (QS Al-Baqarah : 232)
Dalil atas semua keterangan di atas adalah hadits nabawi berikut ini:
- وَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى, عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِي رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّانَ, وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ
Dari Abi Burdah bin Abi Musa dari ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sah sebuah pernikahan kecuali dengan wali.” (HR Ahmad imam empat).
Urutan wali
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di dalam mazhab Syafi'i, disebutkan urutan wali nikah adalah sebagai berikut:
1. Ayah kandung
2. Kakek, atau ayah dari ayah
3. Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
4. Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah saja
5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7. Saudara laki-laki ayah
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)
Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka.
Susunan wali mengikut tertib adalah:
1. Bapa kandung
2. Datuk sebelah bapa ke atas
3. Saudara lelaki seibu-sebapa
4. Saudara lelaki sebapa
5. Anak saudara lelaki seibu-sebapa
6. Anak saudara lelaki sebapa
7. Bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa
8. Bapa saudara sebelah bapa sebapa
9. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa seibu-sebapa ke bawah
10. Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa sebapa ke bawah
11. Bapa saudara seibu-sebapa
12. Bapa saudara bapa sebapa
13. Anak lelaki bapa saudara seibu-sebapa
14. Anak lelaki bapa saudara sebapa ke bawah
15. Bapa saudara datuk seibu-sebapa
16. Bapa saudara datuk sebapa
17. Anak lelaki bapa saudara datuk seibu-sebapa ke bawah
18. Anak lelaki bapa saudara datuk sebapa ke bawah
19. Muktiq (tuan kepada hamba perempuan yang dibebaskan).
20. Sekalian asabah kepada seorang muktiq
21. Raja/Sultan.
Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim).
Menurut hanafi:mengatakan bahwa urutan pertama perwalian itu ditangan anak laki-laki wanita yang akan menikah itu,jika dia memang tidak punya anak,sekalipun hasil zina.ayah,akkek dari pihak ayah,saudara kandung ,saudara laki-laki seayah,anak saudara laki-laki sekandung,anak saudara laki-laki seayah,paman(saudara ayah,anak paman dst)dari urutan ini,jelaslah bahwa penerima wasiat dari ayah tidak memegang perwalian nikah,kendati pun wasiat itu disampaikan secara jelas.
Maliki mengatakan bahwa wali itu adalah ayah ,penerima wasiat dari ayah,anak laki-laki (sekalipun dari hasil zina manakala wanita tersebut punya anak,lalu berturut-turut saudara laki-laki, anak laki-laki dari saudara laki-laki, kakak,paman (saudara ayah) dst dan sesudah semuanya itu tidak ada, perwalian beralih ketangan hakim.
Syafii:urutannya ayah,kakek,dari pihak ayah ,saudara laki-laki kandung,saudara laki-laki seayah,anak laki-laki dari saudara laki-laki,paman (saudara ayah) ,anak paman dst dan bila semuanya itu tidak ada ,perwalian beralih ketangan hakim.
Hambali urutannya adalah ayah ,penerima wasiat dari ayah ,kemudian yang terdekat dst,mengikuti urutan yang ada dalam waris dan beralih ketangan hakim.
Imamah:hak untuk menikahkan ada ditangan ayah dan kakek dari pihak ayah serta hakim.
æóÇõæúáìó ÇáúæõáÇóÉö ÇúáÃóÈõ Ëõãøó ÇáúÌóÏøõ ÇóÈõæú ÇúáÇóÈö Ëõãøó ÇúáÇóÎõ öáúáÇóÈö æóÇúáÇõãøö Ëõãøó ÇóÈúäõ ÇúáÇóÎö öáúáÇóÈö æóÇúáÇõãøö Ëõãøó ÇóÈúäõ ÇúáÇóÎö öáúáÇóÈö Ëõãøó ÇúáÚóãøõ Ëõãøó ÇÈúäõåõ Úóáìó åóÐóÇ ÇáÊøóÑúÊöíúÈö ÝóÇöÐóÇ ÚõÏöãóÊö ÇáúÚóÕóÈóÇÈõ ÝóÇáúãóæúáóì ÇáúãõÚúÊöÞõ Ëõãøó ÚóÕóÈóÇÊõåõ Ëõãøó ÇáúÍóÇßöãõ
Artunya : Dan yang lebih utama ,beberapa orang yang menjadi wali yaitu bapak, kakek, ayah dari bapak, kemudian saudara bapak dan ibu serta anak saudara lelaki kandung bapak (keponakan) kemudian paman, serta anak laki-lakinya paman.namun, jika tak ada ashobah ,orang yang memerdekakan,maka wali hakimlah yang menikahkan.
Úóäö ÇáúÍóÓóäö (ÝóáÇó ÊóÚúÖõáõæú åõäøó) ÞóÇáó ÍóÏøóËóäöí ãóÚúÞöáõ Èúäõ íõÓóÇÑò ÇóäøóåÇó äóÒóáóÊú Ýöíúåö ÞóÇáó ÒóæøóÌúÊõ ÇõÎúÊÇð áöíú ãöäú ÑóÌõáò ÝóØóáøóÞóåóÇ ÍóÊøóì ÇöÐóÇ ÇäúÞóÖóÊú ÚöÏøóÊõåóÇ ÌóÇÁó íóÎúØõÈõåÇó ÝóÞóáúÊõ áóåõ ÒóæøóÌúÊõßó æóÝóÑóÔúÊõßó æóÇóßúÑóãúÊõßó ÝóØóáøóÞóåÇó Ëõãøó ÌöÆúÊó ÊóÎúØõÈõåóÇ áÇó æóÇááåö áÇó ÊóÚõæúÏõ Åöáóíúßó ÃóÈóÏÇð æóßÇóäó ÑóÌõáÇð áÇó ÈóÃúÓó Èöåö æóßÇóäóÊö ÇáúãóÑúÃóÉõ ÊõÑöíúÏõ Çóäú ÊóÑúÌöÚó Çöáóíúåö ÝóÃóäúÒóáó Çááåõ åóÐöåö ÇúáÂíóÉó (ÝóáÇó ÊóÚúÖõáõæú åõäøó) ÝóÞõáúÊõ ÇúáÂäó ÇóÝúÚóáõ íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö ÞóÇáó ÝóÒóæøóÌóåóÇ ÇöíÇøóåõ (ÑæÇå ÇáÈÍÇÑì)
Artinya: Maq’il bin yasar menceritakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Katanyaaku menikahkan salahs seorang saudara perempuanku dengan seorang pria , tetapi kemudian diceraikan. Ketika iddahnya habis, mantan suaminya datang lagi untuk meminangnya ,aku berkata .”dulu kamu aku jodohkan ,aku nikahkan dan aku muliakan , tetapi kemudian kamu ceraikan. Kini kamu datang untuk meminangnya lagi. Demi Allah, kamu tidak dapat kembali kepadanya untuk selamanya .lelaki ini orangnya biasa saja ,akan tetapi bekas istrinya itu ingin kembali padanya. Allah lalu menurunkan ayat , “… maka jangan lah kamu (para wali) menghalang-halangi mereka…”setelah itu ,aku berkata .sekarang aku menrima ,wahai rasuluullah dengan ucapannya ,akupun menikahkan saudaraku itu kepadanya.(HR. Al-bukhori)


Çöäøó ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãú: ÞóÖóì Ýöì ÇÈúäóÉö ÍóãúÒóÉó áöÎóÇáóÊöåóÇ æóÞÇóáó ÇáúÎóÇáóÉõ ÈöãóäúÒöáóÉ ÇúáÇõãøö (ÇÎÑÌå ÇáÈÎÇÑì)ö
Artinya:rasulullah SAW. Bersabda : “bagi anak perempuan (jariyah ), (perwaliannya) pada saudara perempuan ibunya, karena ia adalah orangtua perempuan (walidahnya) “ (riwayat ahmad dari Ali ra).
















DAFTAR PUSTAKA

Syaukani,Imam, Nailul Authar, hadits no. 2664
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini ad-Dimasyqi
, Kifayatul Akhyar fiy Halli Ghayatil Ikhtishar, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, Juz II.
Sabiq,sayyid,Fiqih sunnah, Jakarta : penerbit pena,2006
Mughniyah,Muhammad jawad,fiqih lima madzab,Jakarta : lentera,2001
Rasjid, sulaiman,fiqih islam, bandung : sinar baru algensindo,1994
Al-san’any,subul al salam,juz 3 kairo : dar ihya ‘ al turas al-araby 1960.
Al-jamal, ibrahim Muhammad, fiqih muslimah, Jakarta : pustaka Armani, 1999
Matan al wayah wa farqrib,kyai haji misbah bin jamil musthofa,maktabus syekh salam bin saad nubhan,1407 H
HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989
Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam.

Tidak ada komentar: