Rabu, 13 Agustus 2008

Kuingin cinta dihatimu

wah ini cerita panjangku yang pertama...karena masih pemula ya agak ga nyambung deh ceritanya...
met membaca.maaf kalo endingnya mengecewakan...


“Bagaimana? kamu pasti tidak akan menolaknya?” tawar alan
”Apa ini ada hubungannya dengan rencana perjodohan semalam?” hatiku terasa perih. apakah aku benar? mungkinkah Alan sekejam itu padaku? Akan kah pria itu memanfaatkan aku? memperalat diriku hanya untuk melarikan diri dari perjodohan keluarganya?
“Bagaimana?” desaknya ”tidak adakan jawaban lain untuk pertanyaan semudah itu?”
Pertanyaan mudah?!
“Kenapa harus saya?” tanyaku lirih
“Karena aku tahu kamu butuh uang, ibumu masuk rumah sakit, adikmu masih sekolah, belum lagi kebutuhan sehari-hari. kamu tahu sendiri kan, aku tidak butuh seorang istri lagi. kita menikah, kau dapat uang, kita cerai, selesai”
Apa!! Bertahun-tahun lalu, aku berangan-angan tentang hal-hal yang konyol. aku selalu membayangkan seorang pria melamarku berlutut dengan bertumpu pada sebelah kakinya disertai sinar bulan,bunga2 mawar,dan….Kenyataannya ternyata jauh berbeda dari angan-angan gadis remaja sepertiku.
“carilah wanita lain untuk menjalani permainan anda yang konyol ini”
Menjadi istri pelarian bukanlah keinginanku. aku tak ingin diperalat!aku tak ingin menjerumuskan diriku dalam kedukaan yang sedemikian dalam... “sebelum anda menikah dengan nyonya ratih,anda telah berkencan dengan banyak wanita. tapi saya tahu hanya nyonya ratih yang dapat membuat anda ingin hidup tenang dan menikah. anda sangat mencintainya bukan?” secara naluri aku merendahkan suaraku, karena kasihan pada nya. aku tak ingin mengingatkan alan akan kesedihannya tapi masalah ini harus kami selesaikan. Dia terdiam sesaat, menunduk lama sambil memegang kepalanya.
“Saya mengerti betapa hancurnya hati anda saat nyonya ratih meninggal dunia. saya juga mengerti anda ingin menolak rencana perjodohan dengan grace, karena anda tak ingin ada wanita lain yang menggantikan posisi nyonya ratih dihati anda. tapi pura-pura menikah dengan saya tidak akan menghapus kesedihan anda”
“Terimakasih atas pengertianmu, tapi pernikahan yang aku tawarkan adalah pernikahan yang saling menguntungkan, pernikahan ini hanya status”
“Akan ada wanita lain yang lebih pantas mendampingi anda dibandingkan saya. saya cuma pembantu”
“Karena itulah saya memilih kamu”
Dugaanku memang benar. kenapa aku yang dipilihnya untuk menjalani pernikahan konyol ini, dia ingin balas dendam pada ibunya dengan menikahiku.oh kejamnya dia…dia hanya memperalat diriku..
“Kematian nyonya ratih adalah takdir yang tak bisa dirubah, anda harus menyadarinya, ini bukan kesalahan nyonya Sabrina”
Sebagai pembantu dirumah itu tentu saja aku tahu Ratih bukanlah menantu idaman nyonya Sabrina, ibunda Alan.baginya gadis yang berasal dari panti asuhan itu tak layak menjadi menantunya.oleh karena itu untuk melampiaskan kekecewaannya dia menyiksa ratih, walaupun dalam keadaan hamil. Alan tak pernah tahu karena nyonya Sabrina selalu baik pada ratih bila d depan Alan. Ratih sendiri tak sanggup mengadu pada Alan. Mungkin karena stress atau memang kandungannya lemah, ratih dan bayi yang dikandungnya meninggal saat persalinan. dan alan mengetahui kekejaman ibunya lewat diary ratih.
“Aku tak meminta nasehat darimu!” bentaknya emosi “kau akan mendapatkan namaku, perlindunganku dan jaminanku, kau bisa membahagiakan ibumu juga adikmu”
Tapi tidak diriku…
Tawaran yang menggiurkan. tapi setelah itu kesedihan akan menggelayuti hidupku sebagai istri yang tak dianggap.
“Aku beri kamu waktu tiga hari untuk mempertimbangkan tawaran baikku ini”
“Saya sudah bilang dari awal, saya menolak tawaran anda!” membayangkan diriku dijadikan permainan saja sudah menyakitkan apalagi menghadapi kenyataannya.
“Ayolah! pikirkan baik-baik, jangan sampai kamu menyesal. ini kesempatan yang bagus” katanya setengah membujuk ”pikirkan ibumu yang terbaring dirumah sakit penyakit jantung, juga adikmu yang menunggak uang SPP”
Iya… aku harus memikirkan mereka ,tapi haruskah aku yang jadi tumbal?
Aku berlari melewati koridor rumah sakit. berkali-kali aku hampir menabrak orang yang lalu lalang, tak kupedulikan sumpah serapah orang yang mencaci maki aku karena hampir menabrak mereka. Pikiranku sendiri sudah terlalu kalut. Adikku rahman menelponku bahwa keadaan ibu sudah sangat kritis. Tekanan darahnya naik. Aku harus berlari berlomba dengan waktu untuk mengetahui keadaan ibuku.
Sampai di ruang ICCU ibuku drawat, aku baru mengatur nafas yang tersengal-sengal.
“Bagaimana keadaan ibu?” tanyaku cemas pada rahman. Tanganku menempel pada dinding kaca yang membatasi tubuhku dan tubuh wanita yang melahirkanku. kulihat ibuku terbaring menutup mata, wajahnya pucat pasi, selang oksigen menempel d mulut beliau, selang-selang infus seperti berlomba menusuki tubuhnya yang tinggal kulit membalut tulang. Airmataku menetes tanpa bisa kutahan ketika mendapati keadaan ibuku tersiksa d seberang sana.
“Masih belum ada kemajuan” rahman menunduk putus asa ”jantung belum membaik”
“kenapa mereka terlambat memeriksa keadaan ibu?!” jeritku marah “apa karena kita terlambat membayar biaya rumah sakit?!”
Rumah sakit brengsek! makiku dalam hati. dimana hati nurani para dokter dan suster itu saat melihat pasien-pasien yang meminta pertolongan?! atau mungkin mereka sudah tidak punya hati nurani?!
“Kenapa kamu tidak masuk sekolah?” tanyaku heran. Harusnya jam segini dia masih ada dsekolahan, tapi…
“Rahman malu kak. pak kepsek sering manggil rahman tiap hari ke kantor” rahamn menunduk ”karena rahman sudah nunggak biaya SPP selama tiga bulan. kalo rahman belum melunasi SPP, rahman tidak boleh ikut ujian akhir semester”
Aku membelai rambut adiku,”u tenang aja , besok kakak akan bayar uang SPP kamu” hiburku, meski aku tak yakin sepenuhnya.
“Tapi kak, dengan apa kita harus membayarnya? biaya rumah sakit ibu saja belum sempat kita bayar” keluh rahman putus asa
Aku menghela nafas panjang
“Mungkin lebih baik rahman putus sekolah saja”
“Tidak rahman! kakak tidak akan membiarkan kamu putus sekolah!” tegasku. “pokoknya kamu harus terus sekolah, cuma kamu satu-satunya harapan keluarga. Kamu harus berhasil jadi orang… kamu harus sukses. Kalau kamu putus sekolah, kamu tidak hanya menghancurkan impianmu sendiri tapi juga impian kami …” pintaku.
“Tapi kak…”
“Kakak akan melakukan apa saja demi ibu, demi kamu,demi kita semua” janjiku
Ya…aku akan melakukan apapun demi mereka yang aku cintai, kalaupun untuk itu aku harus mengorbankan diriku, terkadang untuk membahagiakan orang yang kita cintai, kita harus mengorbankan kebahagiaan kita sendiri.
Pagi itu Alan begitu lancar membaca akad nikah.hanya 15 menit!
Aku tidak tahu apakah keputusanku ini benar atau salah. yang aku tahu hari ini aku telah resmi menjadi istri Alan.
Aku sendiri tidak percaya ini terjadi padaku.Aku menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak mencintaiku. Aku tertawa dalam tangis hatiku. ini bukan pernikahan yang kuinginkan…
Aku masih belum percaya atas apa yang telah aku lakukan.entah kenapa ada perasaan tidak rela dengan statusku yang baru ini. Dan aku sama sekali tidak pernah membayangkan akan menjadi istri yang tak bisa memiliki hati suaminya selamanya… menyakitkan sekali…
Episode yang menyakitkan akan segera aku lewati. Mungkin nasib buruk yang d alami ratih akan aku alami. Bahkan mungkin lebih buruk dari yang aku bayangkan
“Bagaimana kau sudah memikirkan usulan mama pada malam itu?’tanya nyonya Sabrina ketika alan baru sampai dari KUA.
“Iya, karena itulah alan datang kemari.”
“Kamu pasti tidak akan menolak pernikahan ini iya kan? grace sangat cantik, selain itu dia sangat pintar, wanita yang sangat sempurna bukan? dia bisa menggantikan posisis ratih di hati kamu”
“tapi sayangnya alan sudah menemukan pengganti ratih”
Nyonya Sabrina terkesima
“Sayang masuklah” perintah alan.mendengar aba-aba itu, aku memasuki rumah itu dengan ragu-ragu. Terus terang aku belum siap menerima caci maki dari ibu mertuaku. mata nyonya Sabrina terbelalak kaget saat melihatku memasuki rumahnya. apa yang akan dipikirkannya setelah mengetahui kalau menantunya adalah bekas pembantu d rumahnya.
“Alan! apa-apaan kamu! dmana akal sehat kamu!” pekik nyonya Sabrina. Wajah wanita yang sudah berumur 45 tahun itu tampak shock. “kamu gila alan!! mama tidak setuju kamu menikah dengan pembantu seperti dia!!! bentak ibu mertuaku sambil menunjuk mukaku dengan jari telunjuknya.
“Tapi alan mencintainya dan kami sudah menikah”Kata alan sambil menunjukkan akta nikah kami.
BLUG!
Mertuaku pingsan didepan mataku. sementara alan tersenyum penuh kemenangan. aku tak habis mengerti.sekejam itukah alan? pada ibunya sendiri saja dia berani membalas dendam. betapa besarnya kekuatan dendam hingga mengalahkan nurani yang ada dalam hati manusia.
Dendam alan terbalas, dia tersenyum kemenangan ketika orangtuanya kalang kabut harus menutupi pernikahannya yang memalukan. berhari-hari lamanya nyonya sabrina dan tuan alex, orangtua alan tidak keluar kamar dan mereka mulai melampiaskan kekecewaan padaku.
ini lebih buruk dari yang pernah aku bayangkan.rumah itu tak ubahnya seperti neraka .walaupun aku sudah berstatus menjadi istri alan tapi kedua orangtuanya tetap memperlakukanku sebagai pembantu. capeknya luar biasa.lelah badan karena bekerja, lelah batin karena d hina.
Membersihkan rumah sebesar itu bukanlah pekerjaan yang mudah. meskipun rumah itu telah memiliki tiga pembantu, tapi mereka dilarang membantu pekerjaan yang dbebankan padaku. aku tahu mereka ingin membantuku ketika aku kelelahan mencuci,pakaian,menyetrika,memasak.mengepel...
Tapi jika mereka membantuku mereka akan di pecat. Sementara aku tahu mereka membutuhkan pekerjaan ini.
Jika orang tua alan mengatakan bahwa aku tak becus mengurus urusan rumah tangga itu semua sama sekali tidak benar. mereka hanya ingin melampiaskan amarah dan kekecewaan karena alan memperistriku. tapi ini bukan salahku! tadinya aku menolak lamaran alan,tapi ternyata alan begitu licik. dia membiayai biaya rumah sakit ibuku dan sekolah adikku tanpa sepengetahuanku. lalu memecatku dan menyuruhku mengembalikan uangnya.jika aku tidak bisa, terpaksa aku harus menerima tawaran gilanya. dan tentu saja aku tak bisa mengembalikan uang dua puluh juta dalam waktu sebulan! dia menjebakku!
Tiada hari tanpa caci maki. laksana sinetron yang menayangkan cerita seorang menantu dianiaya mertunya. mereka selalu mengatakan sesuatu yang menyakitkan hatiku .mereka ingin melukai hatiku. dan mereka berhasil! apa salahku sampai mereka membentak-bentakku, berbicara keras semacam itu?! Padahal aku telah menuruti semua perintah mereka tanpa sedikitpun mengeluh.
Aku sering terbangun oleh teriakan alan dimalam hari. rasa kantukku lenyap entah kemana berganti dengan rasa cemas. aku segera menuju kamarnya. alan terbangun dari tidurnya yang selalu dihiasi mimpi buruk tentang ratih. teriakan itu berganti dengan tangisan. alan menangis dipelukanku, aku hanya bisa memeluknya sambil menenangkannya. ini pertama kalinya alan memelukku .memelukku dengan erat sambil menangis dan menyebut nama ratih. Airmata itu menandakan kerapuhanya, kekalahannya dan kehancurannya karena kehilanagn ratih. Aku ingin dia terus memelukku sambil menyebut namaku,tapi mengharapkan hal itu sama konyolnya seperti mengharapkan bulan jatuh k pangkuanku.
“Kamu harus yakin akan kebesaran tuhan” tuturku lembut sambil membelai punggungnya ”yakinlah bahwa setiap cobaan yang diberikan kepada kita menyimpan rahasia yang nantinya akan membawa kebaikan”
“Kebaikan macam apa bila tuhan telah mengambil satu-satunya milik dan harapanku dimasa depan!” jeritnya bercampur tangisan. Aku bisa merasakan airmtanya membasahi bajuku. airmata itu merembes dan menyentuh kulit bahuku.
“itulah yang aku katakan sebagai rahasia. kita Cuma manusia.kita tak kuasa menyibak apa yang yang diinginkan tuhan pada kita”
“kebaikan itu bukan untukku! karena aku sudah tidak menginginkan apa-apa lagi! kenapa tuhan harus mengambil ratih?! kenapa tuhan tidak mengambil nyawaku saja!”
Melihat dia terluka, aku ikut terluka. aku tak bisa lagi menahan airmataku. tapi aku berusaha menguatkan suara untuk memberinya kekuatan supaya keluar dari kesedihan yang melingkupinya…
“aku mengerti apa yang kau rasakan sekarang. tapi yakinlah bahwa tuhan maha pengasih lagi maha penyayang”
“bila tuhan memang maha pengasih lagi maha penyanyang. hanya satu yang dapat Dia lakukan! menegembalikan ratih!”
Aku menggeleng dengan airmata yang kali ini lebih deras. ingatanku kembali ke masa lalu. ketika ayahku meninggal karena peristiwa tabrak lari. aku tak bisa menahan airmata larena kehilangan ayah. Aku menghujat tuhan karena telah mengambil separuh nafasku. ayahku yang baik, yang selalu memaafkan orang yang menyakitinya, yang tak pernah marah walaupun aku nakal, ayahku…
“nyawa dan jodoh adalah milik-Nya, kuasa_nya! tidak ada gunanya mengharapkan tuhan berbuat sesuatu yang tidak masuk akal walaupun tuhan mampu melakukannya. menghidupkan kembali ratih adalah harapan yang sia-sia,kecuali memang mukzijat tuhan yang berkehendak”
“terimalah cobaan yang berat ini dengan pasrah. relakan ratih beristirahat dengan tenang di sisi-Nya. yang dapat kamu lakukan sekarang adalah berdoa agar tuhan mengampuni semua segala khilaf yang dilakukan ratih selama hidupnya di dunia”
Tak ada lagi kata yang terucap dari celah bibirnya yang teerbuka dan bergetar. aku memeluknya lebih erat saat dia tersedu.
“aku tahu hatimu hancur, aku mengerti cobaan ini begitu berat. biarkan aku membantumu untuk tegar, untuk pasrah”
Detik berikutnya, dia melepaskan pelukannya. wajah itu telah basah oleh airmata. setelah meminum segelas air putih yang kubawakan untuknya, emosinya mulai stabil. dan tak beberapa lam kemudian dia telah tertidur lelap dalam buaian mimpi.
Alan yang malang.dia selalu bermimpi tentang ratih.tapi ditengah cerita, ratih menghilang entah kemana. alan berteriak memanggil namanya, berharap ratih datang mengobati rasa rindu yang hampir membunuhnya. tapi yang ada,alan sendirian, kesepian dalam kesedihan yang tak bertepi. dalam jurang duka tanpa dasar.
Alan tak dapat lagi menyembuhkan kesedihannya, dia mulai melarikan diri pada minuman keras. Aku berusaha melarangnya tapi yang kudapakan hanya kata-kata ynag panas ditelinga. Setiap malam aku hanya bisa menunggu kedatangnya, memapahnya yang berjalan sempoyongan karena pengaruh minuman, menidurkannya di ranjang, melepas sepatu kerjanya, mengganti baju kerjanya dengan baju tidur.
“ratih kenapa kau meninggalkanku?” alan terbangun sambil memeluk tubuhku dengan erat ”tahukah kau, aku sangat tersiksa karena kepergianmu! kenapa kau tak membawaku ikut serta denganmu! kenapa cuma anak kita! jawab! Bentaknya bercampur tangis yang memilukan. Tangannya memegang pipiku dengan kasar.aku tak bisa berkelit.
“aku mencintaimu sayang. tapi kenapa kau pergi? bukankah dulu kau pernah berjanji tidak akn meninggalkanku, tapi mana buktinya! kau meninggalkanku sendirian! aku tak bisa hidup tanpamu. hidupku tak berarti tanpamu!!!”
“ratih” tangisnya sendu. Dia memelukku lebih erat. Dia begitu hancur saat ini.
Malam itu aku bisa merasakan hangat tubuhnya, manis kecupannya lalu berganti rasa sakit dan perih yang mengoyak tubuhku. Dan semua terjadi tanpa bisa kulawan…

Alan yang semalam meracau tanpa sadar, pagi ini terlihat panic. Darah segar yang membasahi seprai telah memberitahunya tentang kejadian semalam. Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, aku hanya diam menurut ketika dia menyeretku ke rumah sakit,menemui dokter angel.
Betapa terkejutnya aku ketika alan meminta obat pencegah kehamilan pada dokter yang menjadi teman kuliahnya dulu.dia pernah memberi kami selamat atas pernikahan kami.
“kami belum ingin mempunyai anak” aku alan
“anda harus meminum pil ini setelah berhubungan” jelas dokter cantik itu sambil memberikan kotak berisi pil-pil kecil berwarna putih” jika sudah melewatkan tiga pil, jangan dilanjutkan. Tunggu sampai hari ke empat siklus berikutnya. Lalu minum seperti biasa, maka kehamilan tidak akan terjadi. Jadi, tindakan pencegahan harus dilakukan selama berhubungan”
Aku ingin membuang obat itu kedalam tempat sampah. Aku ingin hamil. Aku ingin memiliki anak-anak dari alan. Tapi alan tak menginginkan lagi seorang anak, seorang istri dan sebuah keluarga. Istrinya hanya satu yakni ratih, dan anaknya hanya satu yakni anaknya dengan ratih. Seandainya saja aku bisa mengatakan bahwa aku ingin mengandung anaknya ,melahirkannya, dan merawatnya dengan penuh cinta.
Sejak kecil aku sering membayangkan akan menikah dengan pria yang sangat menyayangiku. Kami tinggal di rumah mungil yang sederhana. anak-anak kami yang lucu bermain di halaman rumah. Tapi tampaknya aku harus mengubur impian itu demi alan.
Kutelan kekecewaan itu bersamaan dengan obat yang diberikan dokter angel. Kutahan airmata dengan segenap tenaga. Aku tak ingin menangis dihadapan alan.
“tentang kejadian tadi malam, aku menyesal dan aku mohon dengan sangat kau memaafkan ketololanku”
Aku mengangguk pasrah. Malam itu dia sedang mabuk, dia sedang merindukan ratih. Dan semalam dia mengira telah bercinta dengan ratih. Menyakitkan!
Malam-malam berikutnya dia selalu pulang dalam keadaan mabuk berat sambil meracau memanggil nama ratih dan kejadian yang sama selau terualng. Jika dia merindukan ratih, dia akan menegak minuman yang memabukkan itu, masuk kekamarku, menganggapku sebagai ratih dan… paginya dia akn menyuruhku menelan pil yang kubenci itu.
Harusnya aku marah dan mengamuk padanya. Dia hanya memerlukan tubuhku untuk melampiaskan kebutuhan biologisnya. Yang menyakitkan dia selalu membayangkan bercinta dengan ratih, bukan denganku!
Tapi rasa marah itu telah kalah dengan harapan suatu hari nanti alan akan menyibakkan tirai cinta untukku. Dan jika hal itu benar-benar terjadi aku akan membuang obat pencegah kehamilan itu ke tempat sampah. Aku ingin secepatnya memberikan alan bayi yang lucu ,yang manis, yang akan memanggilnya ayah…
Harapan itu terus kusimpan walaupun menyakitkan… aku menurutinya untuk berubah menjadi seorang nyonya, seorang istri dari presiden direktur yang memiliki perusahaan dimana-mana.
Dia tidak suka melihatku memakai kaos dan rok yang sudah kampungan. Dia ingin melihatku memakai baju-baju berkelas, sepatu highheels dan layaknya seorang wanita kaya. Dia juga tidak suka dengan caraku berjalan, caraku makan, caraku berbicara, semua. Aku merasa semua yang aku lakukan selalu salah dimatanya. Aku turuti perintahnya untuk kesalon, ikut sekolah kepribadian, kursus etika, walaupun aku sama sekali tak suka. Aku hanya ingin dia tahu aku melakukan semua itu karena aku mencintainya.
Kami mulai tidur sekamar. Dia sering membelikanku sepatu high heels, baju-baju pesta, kosmetik, dan tas bermerek terkenal. Aku tak lagi sibuk mengurus pekerjaan dirumah ini, tapi sibuk belajar cara berjalan yang baik, mengunyah makanan yang sopan, memegang sendok yang benar, memakai sepatu highheels. dan semua kegiatan yang membuatku mati dalam kejenuhan. Tapi aku berusaha menjalaninya seraya menyulam mimpiku untuk menjadikannya nyata.
“ah sepatu ini di buang saja “ alan melempar sepatu kerjanya keranjang sampah.
“alan,sepatu itu kan masih bagus.”
“aku sudah bosan” jawabnya cuek. Pembosan, yah itu adalah sifat alan yang tak kusukai diantara sifat lain yang dia miliki. Dia akan berusaha mendapatkan barang yang dinginkannya. Tapi setelah dia bosan, barang itu akan berakhir di tempat sampah. Dan aku berharap tidak mengalami nasib seperti sepatu malang itu.
“kau sudah siap?” tanyanya. Aku mengangguk ragu sambil memandangnya. Malam ini aku harus menemaninya pergi ke sebuah pesta. Ini pertama kalinya aku mendatangi sebuah pesta yang dihadiri orang-orang berkelas.
Tempat parkir sudah penuh. Acara malam ini pasti sangat meriah,sebuah pesta pernikahan pasangan selebritis. Bahkan halaman parkir hotel berbintang yang memiliki areal parkir yang sangat luas ini, sepertinya tidak sanggup menampung mobil para undangan yang malam ini tentu saja sebagian besar adalah tamu kehormatan. Acara yang pasti dihadiri oleh para selebritis, publik figure, dan orang-orang besar lainnya.
Aku melangkah dengan perasaan risih karena tidak nyaman memakai gaun pesta yang kupakai malam ini.
Sepatu hak tinggi yang kupakai, semakin menyiksaku, rasa sakit dan capek bercampur membuat aku susah berjalan, akibatnya berkali-kali Alan menyeretku dengan setengah memaksa. malam ini aku benar-benar dalam kesulitan…tolong aku ya Tuhan…
Setelah mengisi buku tamu, kami memasuki gedung yang dikhususkan untuk acara pesta. Aku terkejut bukan main, tempat itu telah penuh dengan orang-orang yang berkelas. Hal itu terlihat dari pakaian dan perhiasan yang mereka kenakan atau mungkin untuk di pamerkan. Suara hingar bingar begitu memekakan telingaku.
“bisa kutinggal sebentar?”tanya alan.
Tanpa mendengar jawabanku, alan berlalu mengayunkan kakinya kearah kerumunan orang-orang yang berada didepan kami, padahal aku ingin mengatakan “jangan tinggalkan aku sendirian…tolong…” tapi percuma dia sudah pergi meninggalkanku ditempat dan suasana yang begitu asing bagiku.
Disaat aku sibuk dengan kesepianku dipesta itu, tiba-tiba seseorang menyenggol lenganku sampai aku terhuyung. Aku hampir jatuh, apalagi sepatu high heels yang kukenakan membuatku sulit menjaga keseimbangan.
“hai! kamu….babu yang naik kelas itu kan?” tanya seorang gadis cantik yang menyenggolku. Pertanyaannya menusuk hatiku, tapi untuk apa aku protes toh itu memang benar…
Sepertinya aku pernah bertemu dengan gadis itu. Tapi dimana? aku lupa…
“nggak nyangka alan ngajak kamu kesini” grace tak berubah. Dia tetap cantik mempesona. Begitu juga dengan kata-katanya yang menyakitkan hati.
“asal kamu tahu ya alan menikahimu paling-paling cuma untuk satu tahun, setelah itu kamu bakalan dicerai! dan kamu kembali lagi jadi ba-bu kam-pu-ngan”ejeknya
“kenapa kamu bisa meramalkan seperti itu?”
“kamu sama sekali tidak pantas mendampingi alan, kalo kamu ingin jadi istri yang bisa membahagiakan alan, kamu harus belajar dulu dariku”
“tapi sayangnya alan memilih saya,bukan yang lain”
Reflek grace menyiramkan minumannya ke mukaku. Aku gelagapan karena kaget menerima serangannya.wajah dan pakainan pestaku basah.
“ups..sorry” pintanya dengan muka menyesal, tapi kemudian dia tertawa sinis padaku ”tapi itu pantas buat babu kampungan seperti kamu” cetusnya
“perhatian-perhatian” grace mengeraskan suaranya. Beberapa orang yang tadinya sibuk memamerkan segala yang mereka punya kini terpancing ”tampaknya di pesta kita ada seorang pembantu yang berakting sebagai ratu”
“ha?siapa” mereka semua saling bertanya satu sama lain. Grace menunjuk mukaku. Mereka semua menatapku dengan pandangan yang melecehkan. Alan kamu dimana? tolong aku…
______________________________________________________________________________
“Kamu benar-benar tidak sopan! harusnya kamu sadar, kamu sudah menikah! kamu sudah punya suami! jaga perilaku kamu didepan kamu!” bentak alan ketika kami sudah sampai dirumah.”
“alan dengarkan aku! Grace yang memulai semua kekacauan itu!” tandasku
“jangan memutar balikkan fakta! asal kamu tahu, grace itu wanita yang berpendidikan. Dia lulus S2 dengan nilai cumclude, jadi mana mungkin dia bisa melakukan hal yang sangat memalukan itu!”bela alan.
“oh…jadi kamu pikir karena aku cuma punya ijazah SMA, kemudian kamu menganggap aku tidak punya etika, begitu kan?”
“Kenyataannya memang seperti. Memegang sendok saja kamu tidak bisa apalagi menjaga perilaku kamu!”
Aku tak menjawab, sejenak aku berbaring untuk menenangkan pikiran. Alan…teganya kamu! aku sudah tidak tahan menerima penghinaannya yang menginjak-injak harga diriku.
iya! aku memang bukan gadis yang berpendidikan! tapi aku tahu berkelahi ditempat umum sangat memalukan! dan harusnya dia tahu,tidak semua orang yang berpendidikan bisa menjaga tingkah lakunya! termasuk dia!juga grace!
Grace yang pertama kali menamparku dan aku tak bisa membiarkan penghinaan itu menyobek-nyobek harga diriku. Aku tak ingin berkelahi tapi grace…
“apa yang akan mereka katakan dikantor besok pagi?seluruh kota akn tahu kalo aku menikah dengan wanita yang tidak tahu sopan santun! Dengan seorang bekas pembantu!”
Aku tidak menyahut. Kata-kata itu seperti pisau berkarat yang dihujamkan di hatiku. Sakit …!
“kamu dengar tidak!” serunya sambil memegang wajahku dengan kasar
Akhirnya aku hanya terpaku memandanginya dan akhirnya aku memalingkan badan lalu memejamkan mata. Aku menangis diam-diam.
Seperti tersadar dalam mimpi, aku mendengar dia bergerak mendekatiku hendak meraihku dalam pelukannya tapi aku menolak.
“Aku tidak mau kamu sentuh lagi!” kataku setengah terisak “sekarang kamu keluar atau aku yang keluar!” sambungku dengan terengah-engah karena emosi.
“aku tidak bermaksud…”
“kalau kamu memang mau bercerai sekarang, aku setuju!”
‘kamu gila!”
“memang harus ada salah satu yang gila diantara kita, sebab itu kita menikah! Kalau kita berpikiran waras, kita tidak akan menjalani pernikahan konyol seperti ini!” “keluar!” aku membuang muka dan menguatkan suaraku. Aku menangis terisak sepeninggalnya.
Rasanya aku tak bisa menunggu sampai besok pagi. Tanpa banyak pertimbangan lagi aku segera memasukkan sebanyak mungkin barang-barang ke dalam tas mungil ku. Sisanya biarlah tetap tinggal dan membusuk ditempat ini. Ah sudahlah aku tak perduli….!
Setelah dengan tergesa-gesa memeriksa isi tas tanganku, aku kembali berjalan menuruni tangga dengan perlahan-lahan, pikiranku kacau bukan main. Aku bahkan baru menyadari kalau aku sudah berada di tepi trotoar, aku ingin menghentikan taksi, tapi…kakiku terpaku kuat ditempatku berdiri, seolah usaha fisikku untuk pergi dari kehidupan laki-laki itu benar-benar diluar kemampuanku…
Sebenarnya aku masih ingin menunggu alan datang, berlari mengejarku, memohon padaku untuk tetap tinggal. Aku ingin dia berkata bahwa dia tidak bisa hidup tanpaku, dan dia berubah pikiran tentang memiliki keluarga…
Detik berikutnya aku merasa jijik dengan diriku sendiri,menyadari ketololan yang telah aku lakukan menunggu sesuatu yang tak mungkin terjadi. Tidak mungkin! aku menarik nafas panjang. BODOH! harusnya aku tadi mengganti sepatu high heelsku dengan sandal jepit supaya kakiku tidak lecet.
Aku memandang langit,gelap. Tidak kutemukan satupun bintang diatas sana. Lalu lintas malam ini tidak begitu ramai. Aku terus berjalan.nyaris tidak melihat apapun yang aku lewati. Dan akupun tidak tahu kemana aku harus pergi, aku sama sekali tidak punya sanak saudara dikota ini.
Ya Tuhan… Aku mengeluh dalam hati ketika mendapati tetesan rintik hujan membasahi rambutku. Sebelum gerimis itu menjadi hujan lebat, aku segera mencari tempat berteduh di halte bersama orang-orang yang yang kebetulan berada ditempat itu.
Capek hatiku, capek pikiranku, capek tubuhku, semunya!
Aku menangkan diriku yang dikuasai emosi, dengan memandangi rintik hujan yang dengan teratur turun dari langit membasahi bumi.
Hujn mulai agak mereda. Beberapa orang meninggalkan tempat itu. Tinggal aku yang berusaha menghapus kesedihan dan kemarahan yang kupendam. Aku terdiam dalam kesendirian untuk beberapa lama. Setelah berhasil menjernihkan pikiran dan hatiku yang kacau, aku memutuskan menghentikan taksi. Tapi saat aku membuka tas… Astaga! Ya Tuhan… dompetku?! dompetku hilang! aku menangis kesal. Kini apa gunanya aku memaki dan menyumpahi orang yang telah mencopet dompetku?!
Hari ini, hari terburuk dalam hidupku. Dompet hilang, suami melayang. Sekarang apa yang masih aku punya? keluarga? dan juga tentunya Tuhan… aku masih punya tuhan kembali aku beristighfar dan menghapus airmataku. Rasanya aku ingin pulang kedesa tapi aku tak punya uang sepeserpun untuk pulang kembali kepelukan ibuku. Lagipula kalau aku pulang bagaimana pikiran keluargaku tentangku? rasanya aku ingin menangis d pangkuan ibu. Ibu … aku ingin pulang …
“Boleh saya menginap malam ini?” pintaku terdengar kaku
Walaupun dokter angel tak bisa menyembunyikan kekagetannnya dengan kedatanganku. Tanpa disangka-sangka, dia cuma bisa mengangguk sambil mempersilahkan aku masuk. Aku memasuki apartemen itu dengan langkah kaku. Sambil berusaha menegakkan tubuh. Jika tidak, aku akan hancur berkeping-keping. Ruangan apartemen itu begitu hangat, tidak seperti udara di luar sana.
Aku sudah pernah berkunjung ke apartemennya. Tapi aku tidak pernah datang mengenakan gaun pesta yang basah kuyup oleh air hujan, sepatu high heels yang penuh lumpur dan tas kecil yang berisi beberapa potong baju.
“tentu saja kau boleh menginap ditempat ini” kata angel sambil menyerahkan segelas susu hangat dan handuk untukku ” tapi… boleh aku tahu penyebabnya?” tanyanya hati-hati
Aku melihat tasku yang mengembung karena sesak dipenuhi beberapa potong baju.
“aku mengalihkan pandanganku untuk menyembunyikan airmataku yang telah siap mengalir deras dari pelupuk mataku. Hm…sudah kuduga, dia akan menanyakan hal itu. Aku menghela nafas, menghapus airmataku dan menghibur diri sendiri untuk tidak menangis lagi. Lalu berbalik menatapnya.
“pernikahan kami tidak berhasil” mengucapkan kalimat itu sama saja membuat semua mimpi burukku malam ini menjadi terasa sangat nyata, membuatku semakin merasa terluka. Dan pernikahan ini tak akan pernah berhasil kalau alan tak pernah berusaha menyisihkan sedikit cinta untukku. Bukankah dari awal pernikahan ini cuma permainan? jadi betapa bodohnya aku jika mengharapkan yang bukan-bukan.
“mengapa kalian tidak menenangkan pikiran kalian dulu, cobalah mengerti perasaannya”
Mengerti?! sudah bosan aku berusaha mengerti posisinya.tapi dia? pernahkan dia berusaha mengerti aku? sama sekali tidak! bahkan dia tidak pernah melihatku!
Aku segera mengabaikan kata-kata angel.
“kau tak perlu memberitahuku tentang masalah yang menggagumu, jika kau memang tidak ingin mengatakannya.tapi…aku mengenal alan dengan sangat baik .apakah dia telah menyakitimu? dia bertindak kasar padamu?”
“tidak” jawabku pelan dan datar. Walaupun dia sudah menyakitiku, aku tak ingin menjatuhkan namanya dihadapan semua orang, termasuk angel. Alan tak pernah mencintaiku, tidak pernah! dia tetap mencintai Ratih. Aku merasa seperti pecundang yang sangat menyedihkan!
Ketika Alan menatapku, yang ada di matanya bukan aku, tapi Ratih. Ketika dia memelukku, yang ada dalam pelukannya bukanlah aku, tapi Ratih! bahkan ketika dia… Aku menutup mataku yang kini telah basah oleh airmata.mengingat kejadian malam itu. Tak ada ruang untukku dihatinya karena semua ruang dihatinya telah terisi penuh oleh Ratih! ini terlalu menyakitkan!
“lalu untuk apa kau kabur dari rumah? dalam pernikahan, pertengkaran adalah hal yang lumrah. Kalian harus menyelesaikan masalah kalian dengan kepala dingin. Bukan dengan hati yang dikuasai emosi”
Percuma!! jeritku dalam hati. Bagiku pernikahan ini sudah tamat! ibarat sinetron, kisah ini telah berakhir tragis. Sinetron yang menyedihkan!
“dokter tak usah cemas” kataku menenangkannya. Aku memaksakan sebuah senyum untuknya.
“bagaiman aku tidak cemas? kuakui awalnya aku pesimis tentang pernikahan Alan yang begitu mendadak, tak lama setelah kematian Ratih dan bayinya. Tapi aku yakin semua akan baik-baik saja. Aku yakin dengan kelembutan hatimu Alan akan berusaha mencintaimu sedikit demi sedikit. Buktinya Alan perlahan-lahan meninggalkan sifat dinginnya pada semua orang, termasuk padamu. Aku bisa melihat benih cinta itu mulai bersemi diantara kalian”
Cinta?! Itu omong kosong! itu tak akan pernah terjadi pada diantara kami. Aku tak menyuruhnya melupakan ratih, aku hanya ingin dia menyisakan ruang hati untuk kutempati. Tapi itu tak mungkin!
“setiap pernikahan selalu melewati saat-saat yang tidak menyenangkan. Masalahnya kau harus menghadapinya bukan meninggalkannya begitu saja. Bagaimana kalau besok aku mengantarmu pulang, kalian bisa duduk berdua, berbicara, berusaha menyelesaikan semua masalah yang kalian hadapi”
Aku cuma terdiam dalam kesedihan. Apalagi yang perlu dibicarakan? semuanya sudah cukup sampai disini! tamat!.
Setelah meminum obat influenza yang di berikan dokter angel dan mengganti gaun pestaku dengan sweater hangat miliknya. Tak lama kemudian rasa kantuk mulai menyapaku. Mungkin ini karena pengaruh obat yang kuminum atau karena aku terlalu capek….
______________________________________________________________________________
Pagi menyapaku dengan suram, badanku mendadak seperti baru dibanting ke lantai.sekujur tubuhku sakit semua, kepalaku masih pening. Perutku mendadak mual, berkali-kali aku ingin muntah. Setiap makanan yang kutelan selalu saja keluar tanpa kompromi. berkali-kali dokter angel ingin memeriksaku, tapi aku selalu menolak karena aku merasa hanya flu biasa. Flu ini sangat menyiksaku. Tapi aku tak ingin hal ini mencegahku datang k rumah alan, meski itu untuk terakhir kalinya. Dan setelah itu aku akan pulang ke desaku. Semakin cepat aku meninggalkan kota ini, semakin bagus untukku. Dengan berbekal beberapa potong baju dan uang pinjaman dari dokter angel aku bertekad meninggalkan kota yang menyedihkan ini.
Aku sengaja memakai kaos berlengan panjang yang agak longgar, rok panjang dan juga sandal jepit pemberian angel. Inilah diriku yang sebenarnya sebelum menerima lamaran dari Alan… aku melihat diriku di kaca. Rambut kuikat dengan karet gelang. Alan pasti akan jengah melihat penampilan istrinya seperti ini. Lega rasanya menjadi diri sendiri. Selamat tinggal high heels, selamat tinggal make-up, gaun pesta yang super ketat, selamat tinggal derita… aku mengepak gaun pesta yang aku kenakan tadi malam, juga sepatu high heels yang selama ini menyiksa kakiku. Aku akan mengembalikan semua yang sudah dia berikan untukku, walaupun aku tahu dia tidak akan pernah bisa mengembalikan apa yang kuberikan padanya. Aku mengemasi baju-baju dalam tas. Saat aku melipat baju-bajuku tiba-tiba sebuah kotak kecil terjatuh dari saku bajuku. Penasaran,aku segera memungutnya.
“Astaga!!!”aku hampir lupa
mendadak aku sadar dan menjatuhkan kotak berisi pil itu dari tanganku yang tiba-tiba lunglai.
Aku tidak meminum pil itu sejak dua bulan lalu. Sudah enam pil yang aku lewatkan.
Kata-kata yang diucapkan dokter angel ketika aku meminta obat pencegahan itu kembali terngiang-ngiang ditelingaku.
“Jika sudah melewatkan 3 pil. Jangan dilanjutkan.tunggu sampai hari keempat siklus berikutnya. Lalu minum seperti biasa. Maka kehamilan tidak akan terjadi, jika tindakan pencegahan dilakukan selama berhubungan”
aku mencoba mengingat kata-kata itu lagi ditengah debaran jantungku.
Ya Robb… Tanpa sadar aku mengusap perutku. Ada sesuatu yang menggeliat dan mengerjat perlahan disana. Mukaku pucat pasi seketika.tanpa pikir panjang lagi aku segera membeli tes kehamilan dan…Bayi itu memang ada… tapi Alan tidak akan mau menerima bayi ini dan tak akan pernah!!! Dia tidak menginginkan seorang bayi dan sebuah keluarga!
Benakku dipenuhi pikiran tentang Alan. Apa yang harus aku katakan pada Alan? dan yang lebih penting, bagaimana reaksinya? Apa aku harus memberitahunya?
Dengan lembut aku membelai perutku. Dimana telah ada kehidupan disana, bayi Alan…bayi kami berdua…
Aku nekat menemui Alan ke kantornya, dia harus tahu tentang hal ini. Tapi sayangnya dia sedang ada rapat. Aku ingin secepatnya rapat itu selasai. Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Tapi bagiku sangat menyiksa. Membayangkan bagaimana respon Alan saja membuat pikiranku kalut bukan main. Semua orang sudah tahu Alan tak menginginkan sebuah keluarga. Dan sekarang tiba-tiba saja istri yang tidak di inginkannya mengandung!
Selama tiga jam lebih aku menunggu dengan cemas. Harapan timbul tenggelam semakin membuatku tersiksa. Sampai akhirnya Silvia, sekertaris Alan mempersilahkan aku masuk ke ruangan Alan. Aku mendapati dia sedang menanda tangani dokumen-dokumen. Tapi pekerjaannya langsung terhenti ketika melihatku memasuki ruangannya.
“akhirnya kamu pulang juga” katanya sambil memandangku dengan sinis ”keluyuran kemana saja kamu?!”
Aku hanya terdiam sibuk merangkai kata untuk memberitahunya tentang kehamilanku.
“aku sudah bilang dari awal, bahkan berkali-kali. Kamu tidak akan bisa memberontak padaku! sekarang untuk apa kamu datang padaku lagi?! apa kamu sudah tidak betah tinggal di luaran sana?”
Kata-katanya barusan membuatku jengkel bukan main. kalau disuruh memilih aku lebih suka tinggal di kolong jembatan daripada di rumahnya !oh ya aku lupa dia mana tahu kalau mama papanya sudah menyiksa lahir batinku! dia tidak tahu! dan mungkin tak mau tahu!
“aku cuma ingin memberitahumu”
“aku…”aku ragu mengatakannya. Bibirku seakan terkunci rapat melihat pandangannya yang tajam padaku. Tapi aku harus mengatakannya Ya aku harus mengatakannya. Mungkin saja kehadiran seorang anak bisa meluluhkan hatinya. Tapi mungkinkah?
“aku…aku hamil” tuturku pelan hampir tanpa suara. Akhirnya kata-kata itu keluar juga, tapi seperti yang sudah kuduga Alan terkejut bukan main. Mukanya merah seperti menahan marah.
“apa?kamu hamil?” tanyanya tak percaya
Aku mengangguk lemah
“jangan becanda!!!” bentaknya sambil menggebrak meja kerja. Aku tersentak kaget.
“a..a..aku sedang tidak bercanda Alan” jawabku ketakutan ”kemarin aku sudah tes dan hasilnya positif”
Harapan itu semakin menjauh meninggalkanku.
“omong kosong macam apa ini?! kau ingin menjebakku dalam sebuah pernikahan yang kau inginkan!!!”
“menjebak? aku sama sekali tidak ingin menjebakku!” mataku kini mulai berkaca-kaca. Setega itu dia menuduhku!
“aku menuruti permintaanmu untuk meminum obat-obatan yang diberikan dokterAngel”
“dan kamu sengaja tidak meminumnya kan?” tanyanya sengit
“aku…aku lupa…” kataku lirih
“sudah ku duga. Alasan yang masuk akal untuk menjebakku!”
Aku menangis dalam diam. Sekarang apalagi yang bisa kuharapkan?
“Gugurkan bayi itu!”
Aku terkesiap mendengar perintahnya.menggugurkan? setega itukah dia menyuruhku membunuh janin yang tidak berdosa! janin yang kini bersemayam dalam rahimku!
“tidak! Alan harusnya kamu tahu ini anak kamu! darah daging kamu!”
“dan harusnya akamu tahu aku sama sekali tidak menginginkan bayi itu!”
“Alan…”
“diam!” aku kembali tergagap ketika dia menggebrak meja” bukankah dari awal aku sudah bilang, aku tidak menginginkan ada bayi di antara kita! aku tidak menginginkan sebuah keluarga! aku cuma punya satu istri yaitu ratih! dan aku Cuma punya satu anak yaitu anakku dengan Ratih! camkan itu!”
Aku tergugu dalam tangis yang kini siap meledak, mengeluarkan airmata kesedihan.
“jadi selama ini kau hanya menjadikanku pelampiasan saja kan?” tanyaku dengan suara parau
“akhirnya kamu mengerti juga!” katanya sambil tersenyum dingin. Senyum itu seakan ingin mengejekku. Selama ini kupikir dia sudah bisa menyibakkan tirai kasih sayang untukku. Tapi ternyata aku hanya seorang pemimpi yang malang!
”sekarang,berapa uang yang kau inginkan?”
“aku tak butuh uangmu!”pekikku.
“jangan bodoh! kau pikir aborsi membutuhkan biaya yang sedikit?!”
“aborsi?!” aku mengeryitkan dahi tanda tak mengerti ”aku tidak mau aborsi!!!” tegasku.
“keras kepala!”
“terserah kamu mau bilang apa! aku tidak akan membunuh bayi ini!!”
“kalau kau tetap mempertahankan bayi itu, kita bercerai!!!”
Bercerai? Ya Tuhan… kenapa dia sekejam itu? apakah dia tega menceraikanku dalam keadaan hamil? apakah dia tega membiarkan anak ini lahir tanpa seorang ayah disampingnya?!
Dia menulis sejumlah angka nominal dikertas cek. Lalu menyerahkan padaku.
“aku yakin kamu akan menerimanya. Lagipula tidak ada untungnya kamu melahirkan bayi itu”
Aku tak dapat berpikir jernih lagi. Kemarahan telah menguasaiku. Aku segera mengambil kertas itu dan menatapnya penuh kebencian yang teramat dalam.
“aku tidak akan membunuh bayi ini!!! camkan itu!!!” bentakku penuh emosi sambil menyobek-nyobek kertas cek. Kertas itu kini menjadi serpihan kertas yang tidak berguna. Kulempar sobekan kertas itu ke wajahnya.
Aku keluar dari ruangannya sambil menutup pintu dengan keras. Wajahku kini telah penuh dengan airmata. Entah bagaiman cara menghentikan airmata ini. Aku tak bisa!
Aku sudah tidak tahan lagi tinggal di kota ini! terlalu banyak kepedihan yang ditorehkan di tempat ini! aku ingin mengubur masa laluku, aku ingin melupakan Alan, aku ingin melupakan pernikahanku yang kini tinggal sejarah, aku ingin melupakan semua! mungkin dengan pulang ke desa, aku bisa melupakan semua yang berhubungan dengan Alan. Tapi, apa kata orang –orang didesa nanti melihatku pulang dengan perut buncit? apa aku akan tahan? apa aku tidak tambah stress?
Pulang ke desa memang bukan pilihan yang terbaik, tapi tetap bertahan di kota ini, membuat airmataku terus mengalir. Aku sudah putus asa, karena aku tak tahu lagi dimana tempat yang mau menerima wanita malang sepertiku.
Ketegaran yang selama ini aku tunjukkan pada semua orang kini tercabik-cabik oleh kesedihan yang tak kunjung pergi. Aku hanya bisa menangis, menangisi jalan hidupku yang tak tentu.
Perjalanan malam ini terasa begitu lamban, kecuali rasa sakit dalam hatiku. Walaupun kereta api sudah meninggalkan kota Jakarta, tapi bayangan Alan masih ada. Entahlah, aku harus mencoba dengan cara apalagi supaya bayangannya menghilang dari pikiran, hati dan jiwaku. Betapa kuat dirinya hingga menguasai seluruh aspek hidupku! dan aku benci hal itu! kenapa tuhan? kenapa harus dia yang aku cintai? kenapa bukan orang lain? selama tujuh tahun dengan bodohnya aku membiarkan cinta itu tertanam dihatiku hingga berkarat!! cinta ini seperti bumerang bagiku, semakin aku mencintainya, semakin aku menderita!
“kamu harus tabah! tutuplah lembaran terakhir masa lalumu. Bukalah lembaran baru .masa depan masih menantimu. Kamu masih muda, jangan biarkan nasib mengalahkanmu. Kamu harus bangkit” hiburku dalam hati. Aku tersenyum sambil menghapus airmata.
Sekarang aku lebih mampu berani menatap hari esok. Lebih tabah menyongsong kesuraman yang menghadang masa depanku. Dan lebih tegar memelihara kandunganku. Aku sudah pasrah. Aku tidak mau membunuh bayi ini!
Tapi bila bayi yang kukandung ini lahir kelak akan menambah bebanku. Tidak itu saja, anak ini juga akan menanggung beban hidup bila sudah besar nanti. Dia akan mendapat julukan anak haram karena ayahnya tidak mau mengakuinya!. Ah sudahlah! meski begitu aku sudah memutuskan, apapun yang terjadi pada diriku,aku tidak akan menggugurkan kandunganku. Aku juga tidak akan menuntut Alan untuk mengakui bayi ini. Aku berjanji dalam hati akan menghidupi dan mendidik darah dagingku ini dengan caraku sendiri.
Aku meraba perutku. Tiba-tiba naluri keibuanku muncul. Tanpa sadar aku menangis. ”kamu layak hidup nak, karena kamu tidak bersalah. Kamu tidak berdosa, kamu tidak tahu apa-apa” tangisku.
Aku pergi melalui jalan yang sempit. Hari masih malam dan udara begitu dingin. Hujan mulai turun mengubah tanah berdebu di bawah kakiku menjadi lumpur. Ada keranjang-keranjang sampah di muka rumah-rumah dan baunya seakan-akan menyelubungiku dari segala sisi, menguasaiku. Kucoba berjalan lebih cepat tapi tubuhku tak mau bekerja sama. Capek tubuhku, capek hatiku, capek pikiranku menghadapi semua yang telah aku alami.
Sesampai didesaku, aku mendapati rumahku telah dipenuhi banyak orang. Firasat buruk menyergapku. Apa yang terjadi? semoga tidak sesuatu yang buruk menimpa keluargaku…
Kulangkahkan kakiku yang begitu lelah untuk memasuki halaman rumahku. Tetanggaku, Bu Azizah memelukku sambil menangis.
“nak.kamu harus tabah, ibumu telah berpulang ke rahmatullah”
Bibirku terkatup hanya airmataku yang mengalir melewati pipiku dan berubah menjadi tangis histeris.
Innililahi wa innailaihi rajiun. Aku menangis tersedu-sedu. Berlari ke dalam rumah dengan sisa tenaga yang kupunya.. Ibuku terbaring tak berdaya di ruang tamu di kelilingi orang-orang yang membacakan surat yasin. Kutahan tangisanku ketika mmebuka kain yang menutupi wajah ibuku.ibuku yang kucintai,yang sayangi melebihi apapun. Wajah itu begitu pucat pasi. Malaikat pencabut nyawa telah memisahkan kami.
Ibu…kenapa kau harus pergi? padahal sebentar lagi ibu akan menjadi nenek, ibu akan mempunyai seorang cucu…
Berhari-hari lamanya aku tenggelam dalam kesedihan. Tapi sekarang harus kuat! aku harus melanjutkan hidupku, demi rahman, demi bayiku.
Untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana menderitanya menjadi ibu hamil, mual-mual, pusing dan lesu selalu mengisi hari-hariku.
“karena ini adalah anak pertama, anda harus menjaga kandungan dengan hati-hati, melakukan tes seiring dengan tahap perkembangan bayi. Dan jangan lupa anda harus periksa dua minggu sekali bukan sebulan sekali” kata bidan lastri,”selain minum pil yang diperoleh dari puskesmas. Jangan lupa di rumah banyak makan-makanan yang bergizi. Cobalah pada pagi hari minum teh hangat dan roti”
Aku mencoba anjuran itu tapi kenyataannya aku tetap saja sering pusing, mual dan kadang muntah-muntah di kamar mandi. Seandainya ibu masih ada mungkin keluhan ini agak berkurang karena aku bisa berbagi rasa dengannya. Bukankah sesama ibu akan bisa saling memahami? tapi itu tidak mungkin ibu sudah bertemu dengan ayah di alam sana. Aku tak mungkin mengeluhkan semua pada rahman, dia sudah terlalu sibuk dengan UAS-nya sebentar lagi dia akan lulus SMU dan melanjutkan kuliah jika ada uang tentunya.
Pada trimester kedua, rasa mual dan muntah-muntah mulai berkurang. Aku juga mulai bisa merasakan gerakan si kecil. Keadaan ekonomi yang pas-pasan membuatku putar otak untuk mencari pendapatan.
“kakak keras kepala” gerutu Rahman ketika mengetahui niatku untuk bekerja “kakak kan sedang hamil. Kakak harus banyak istirahat, biar keponakan rahman sehat”
Aku tersenyum. Rahman memang membenci Alan tapi bukan berarti harus membenci bayi Alan, bayi kami…
Disela-sela jadwal sekolahnya yang padat dan belajar untuk persiapan UAS. Rahman sibuk bekerja di bengekel Pak Anwar, teman ayahku yang bersimpati dengan kelaurga kami. Rahman sedikit banyak mengerti tentang dunia otomotif lewat buku-buku yang dia baca, bahkan sekarang dia menjadi montir kesayangan Pak Anwar.
“tapi sebentar lagi kamu ujian, kamu harus belajar yang rajin. Bukannya kamu ingin kuliah di fakultas kedokteran?”
Rahman terdiam
Sepertinya Rahman mulai kesal dengan sikap ngeyelku. Tapi sesuai dengan janjiku, aku mulai menyingsingkan lengan baju. Menanam sayuran seperti bayam, kangkung, selada, dan sawi. Bila sudah tiba waktunya, aku menjual hasil jerih payahku itu dari rumah kerumah.
______________________________________________________________________________
Rahman lulus dengan nilai yang memuaskan. Dari hasil penjualan perhiasanku dan tabungannya selama menjadi montir, dia bisa mendaftarkan diri ke UNAIR. Awalnya aku ingin mengambil uangku yang berada dibank untuk membiayai kuliahnya. Tapi niat itu kuurungkan. Biar saja uang itu membusuk di bank! aku tak mau menyentuhnya karena uang itu dari Alan!
Keberuntungan berpihak pada Rahman, dia diterima di fakultas kedokteran. Aku bahagia sekaligus sedih, selama Rahman menuntut ilmu di Surabaya, aku akan sendirian di rumah ini. Sendirian dalam kesedihan dan kesakitan. Aku berusaha menjalani aktivitasku dengan bahagia dan sikap positif. Bukankah sikap bahagia ibu akan merangsang rasa bahagia dan respon positif dari sikecil?
Baru saja aku merasakan kebahagiaan dan kedamaian. itu. Baru saja aku berhasil melupakan Alan, melupakan rumah tangga kami yang telah kandas. Tanpa angin, tanpa hujan, orangtua Alan datang kerumahku, menyuruhku menandatangi surat perceraian yang mereka bawa.
”Alan sedang sibuk mengurus bisnisnya sehingga tidak bisa mengurus perceraiannya denganmu, jadi…kami datang kesini untuk membantunya”
“Kau bersikeras untuk mempertahankan bayi itu. Tapi sayangnya kehamilanmu tak bisa memancing Alan memasuki kehidupanmu lagi”
“Saya tidak pernah menjadikan bayi ini sebagai umpan” cetusku emosi.
“Ya sudah kalau begitu, tanda tangani surat ini habis perkara!” suruh tuan felix sambil melotot padaku. Ingin sekali aku merobek surat itu, aku tak ingin bercerai!
Setahun lalu aku menangis ketika menandatangani surat pernikahanku dengan Alan. Dan kini aku menangis ketika menandatangani surat perceraian.
“Terserah kau mau apa saja dengan bayi itu. Tapi tak ada salahanya kau datang ke pesta pernikahan Alan dan Grace bulan depan”
Aku tak sanggup lagi menahan airmataku. Tuhan… kenapa mereka sekejam itu! mereka pasti tertawa bahagia diatas linangan airmataku! BIAR! biar mereka menari d atas lukaku!
Rasa sakit itu belum juga berkurang. Sebulan kemudian Alan hadir di depanku. Aku ingin memeluknya, menangis didadanya, menceritakan semua yang kuderita. Tapi semua itu kutahan karena aku tahu Alan tak sudi memelukku. Hatiku yang terluka memaksaku untuk tetap berdiri disini.
Rasanya aku ingin limbung. Mungkin pingsan adalah jalan yang terbaik. Karena aku sudah tidak sanggup lagi berhadapan dengan Alan disaat perutku sudah membesar, disaat berbulan-bulan lamanya kami tidak bertemu
Aku ingin mengatakan padanya walaupun kami telah bercerai, dia boleh menemui bayinya kapanpun dia mau. Aku akan menceritakan pada bayi kami kalau ayahnya sangat menyayanginya sehingga dia tidak akan membenci Alan.
Akal sehatku berpikir cepat. Oh bodohnya aku! bukankah dia tidak menghendaki bayi ini! dan khususnya wanita yang mengandung anaknya, yakni aku!
“Mau apa kau kesini?” tanyaku sinis
Dia tak menjawabku, hanya menatap wajahku dengan pandangan yang tak bisa kuterjemahkan. Lalu tatapannya turun keperutku.
“Kalau kau ingin pergi meninggalkanku, aku mengerti. Aku akan mencoba menjauhkan bayiku darimu sejauh mungkin. Aku tidak akan memintamu untuk merawat bayi ini atau menggendongnya! bahkan kau tidak perlu tahu namanya jika memang tidak sudi menjadi ayahnya!”
“Oh ya. Sampai lupa, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu” aku mengulurkan tangan berusaha menguatkan suara karena jika tidak aku akan menangis sesudahnya.
“Apa maksudmu?”
“Bukankah tak lama setelah kita bercerai kamu menikah dengan grace?” Tuhan… kuatkan aku… Aku membelai perutku. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya. Akan kubuktikan kalau aku bukan wanita lemah seperti yang dia pikirkan selama ini!
“Aku tidak mau menghalangi pernikahan kalian! semakin cepat kita bercerai, semakin cepat pernikahanmu terlaksana!”
“Pernikahan?! kamu jangan bercanda!” dia tampak gusar
“Bercanda?! jelas-jelas orang tuamu datang kesini, memberi kartu undangan pernikanmu dengan grace dan menyuruhku pergi jauh dari kehidupanmu!” ”ternyata kehamilanmu membuat pikiranmu kacau!” katanya kesal ”undangan apa?! pernikahan apa?! aku semakin tak mengerti dengan maksudmu!” sikapnya yang pura-pura tidak mengerti semakin membuatku muak padanya. Tanpa pikir panjang lagi aku mengambil undangan yang aku taruh di meja dan menyerahkan padanya. Awalnya aku ingin melempar undangan itu ke wajahnya untuk melampiaskan rasa sakit hatiku padanya.
Dia membaca surat undangan itu lalu menatapku.
“Aku dan grace tidak berencana menikah” katanya “aku tak tahu menahu dengan undangan ini”
Aku berharap apa yang dia katakan padaku benar adanya. Tapi untuk apa? kalaupun itu benar, pernikahan kami sudah hancur!
“Aku tidak perduli apakah kamu memang berencana menikah dengan grace atau siapapun, aku tidak perduli! aku tidak akan mengganggu hidupmu!”
Kemarahan yang selama ini kupendam kini tumpah ruah tanpa bisa kutahan. Tiba-tiba…
“Auw…” aku mengaduh sakit menerima tendangan si kecil di dalam perutku. Aku mengelus perutku.untuk menenangkan bayiku. Aku baru ingat, kehamilanku kini sudah menginjak bulan ke sembilan,indra pendengarannya sudah mulai terbentuk sempurna. Mungkin dia sudah bisa mendengar pertengkaran orangtuanya Sepertinya dia marah. Maafkan kami nak…
Sambil menahan kesakitan, aku memintanya segera pergi dari rumahku.
“Lebih baik sekarang kamu pulang sebelum ibu dan ayahmu menyusul kemari dan melabrakku. Wanita tak tahu diri! Tak tahu malu! Mereka pernah menemuiku untuk menyuruhku bercerai denganmu secepatnya! asal kamu tahu, tak seorang pun aku ceritakan tentang hal ini!”
Aku sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit. Aku menangis dan mencoba bersandar di dinding karena hampir-hampir tak sanggup berdiri.
“Kamu kenapa?” tanya khawatir melihatku hampir limbung.
“Pergi kamu!pergiiii!” jeritku sambil mendorongnya tapi aku sama sekali tak punya kekuatan untuk melakukannya. Kesadaran perlahan meninggalkanku ketika rasa sakit itu menjadi-jadi. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu
Aku membuka mata perlahan-lahan. Yang kudapati hanya langit-langit bercat putih, dimana aku? seorang suster berbicara padaku tapi aku tidak tahu apa yang dia katakan, seolah-olah aku seperti berdiri di perbatasan alam sadar dan alam mimpi. Aku berusaha merangkai memori sebelum aku terbaring dirumah sakit ini. Bukankah tadi aku bertengkar dengan Alan? Alan? dimana dia? apakah dia yang membawaku kemari? dan bayiku? bagaiman keadaannya?
Gelombang kejut membuatku terbangun dari pembaringanku.
“Anda istirahat saja dulu, anda masih lemah” saran suster itu
Aku kembali membaringkan tubuhku di ranjang
“Suster, apa yang terjadi?” tanyaku dengan suara lemah.
“Anda tadi pingsan, tapi tenang saja keadaan bayi anda baik-baik saja. Tidak kurang satu apapun”
Suster itu tersenyum menenangkanku. Aku hampir-hampir tak bisa mendengar suaranya karena kepalaku terasa berat.
Dimana Alan? oh bodohnya aku! harusnya aku tidak mencarinya! bukankah kehadirannya hanya akan membuat mataku basah oleh airmata!
Tanpa kutanya suster itu mengatakan bahwa suamiku tidak bisa berlam-lama menemaniku, karena ada urusan kantor. Suami? apakah Alan? syukurlah dia sudah pergi, karena tak seharusnya dia ada ditempat ini! dan dia bukan suamiku lagi!
Aku hendak keluar dari rumah sakit tapi tiba-tiba saja perutku sakit bukan main. Aku berusaha menahannya. Tapi rasa sakit itu semakin hebat. Disaat itu pula aku mengetahui bahwa air ketubanku pecah! Aku akan melahirkan! Setelah diperiksa ternyata tekanan darahku tinggi. aku juga tak bisa mengejan. Akhirnya para suster memutuskan, aku harus ditangani dokter dan menjalani operasi. Operasi?aku harus membayarnya dengan apa?dengan sayurn?!
Aku pun setuju menjalni operasi asal bayiku selamat. Sambil menunggu dokter datang, aku diberikan oksigen karena sudah terlalu lemas. Tetapi Ya Tuhan…oksigen itu sudah tak bisa diterima lagi oleh bayiku, karena posisinya sudah berada diantara jalan lahir hingga oksigen yang masuk tidak bisa mencapainya lagi. Anakku harus lahir!
Aku kembali berjuang sekuat tenaga, tapi lagi-lagi aku tak bisa mengejan. Aku menangis putus asa. Seandainya saja Alan ada di sampingku sekarang, aku ingin memeluknya, aku ingin menggenggam tangnanya, aku ingin dia memberikan kekuatan padaku... tapi itu tidak mungkin…
Para suster memberiku semnagat. Aku menatap satu persatu orang yang mengelilingiku. Tapi aku tak bisa lagi mengenali wajah-wajah mereka karena mataku telah penuh dengan airmata.
“Ayo Bu, bayinya kan sudah sudah ditunggu selama sembilan bulan, kasihan bayinya sudah terjepit”
Kudengar suara adzan maghrib itu berarti aku sudah berjuang selama 10 jam. Aku menangis diantara sakit dan lelah yang luar biasa.
Ya Tuhan apabila Engkau mempercayaiku untuk mengasuh bayi ini, mudahkanlah proses kelahiran ini. Tapi apabila bila Engkau belum mengizinkannya akhirilah semua ini Ya Tuhan.
Beberapa suster, dokter yang baru datang dan orang-orang yang ada berada di tempat itu memegang tanganku, seolah-olah mereka ingin memberiku kekuatan.
Akhirnya Tuhan mendengar doaku. Entah dari mana tiba-tiba aku mempunyai kekuatan untuk mengejan, dibantu beberapa suster mendorong perutku dan suster yang lainnya menangani proses persalinan. Detik berikutnya aku mendengar suara tangisan bayi bersamaan dengan adzan isya’. Aku mengucap syukur kepada Tuhan semesta alam sebelum akhirnya aku menutup mata tanpa sempat melihat wajah bayiku. Aku sudah tidak kuat Ya Tuhan…
______________________________________________________________________________
Aku duduk di pinggir tempat tidur rumah sakit. Aku tak sabar segera membawa pangeran kecilku keluar dari lingkungan rumah sakit dan kembali ke rumah mungil kami yang nyaman. Dengan lembut aku merapikan lipatan selimut putih yang membungkusnya. Dalam pelukanku, tak henti-hentinya aku menatap wajah mungil merah muda itu.
Bayi itu tertidur. Aku mencium dahinya perlahan-lahan, takut membangunkannya. Usianya baru dua hari dan disana sudah tampak kemiripan yang besar dengan Alan…ayahnya…ayah yang tak menginginkannya!
Setelah aku menandatangani surat cerai. Aku menolak nama Alan disebut-sebut dalam kehidupanku. Bagiku itu adalah masa lalu yang tak perlu di ingat-ingat lagi.
Tapi anehnya setelah aku menggendong bayi mungil itu dalam pelukanku.ingatanku tentang Alan segera kembali dengan cepat dan jelas.
Hatiku terasa teremas saat melihat seeorang yang telah menorehkan luka di hatiku telah masuk kedalam ruanganku diikuti seorang suster.
Untuk beberapa saat, aku merasa sedang berhalusinasi, jantungku terasa berhenti berdetak Lalu berdebar dengan sangat kencang seolah ingin menghancurkan tubuhku menjadi berkeping-keping.
Aku sama sekali tak mengharapkan kehadirannya lagi setelah semua terjadi dengan menyakitkan bagiku. Untuk apa dia ada disini? Bukankah dia tidak menginginkan kami berdua?!
"Bayi yang tampan” suster itu membelai pipi bayiku."siapa namanya?"
"Tegar" jawabku dengan penuh keyakinan menatap Alan. Bayi ini memang darah dagingnya, tapi itu tidak memberinya hak untuk mencampuri semua aspek dalam kehidupanku juga bayiku!
"Anda harus beristirahat sebanyak mungkin selama beberapa minggu mendatang. Dan jika anda mencemaskan sesuatu tentang tegar, jangan ragu-ragu membawanya ke posyandu terdekat” Kata-kata itu berdngung dalam otakku dan langsung melayang keluar kembali.
"Aku tak mengerti, untuk apa kau datang kesini?" tanyaku dingin sepeninggal suster itu.“kau membuang waktu saja. Rahman akan menjemputku" aku memeluk tegar untuk menegarkan hatiku yang kini menangis.
"Dia sekarang sedang sibuk bekerja di perusahaanku"
Perutku melilit-lilit. Jadi Rahman…
“Lebih baik kau naik mobilku saja”
Aku tak tahu harus senang atau sebal menerima tawarannya. Tapi aku tak bisa membiarkan diriku menangis untuk kedua kalinya. Aku harus menjauhinya, aku ingin melupakannya, aku ingin mendeletenya dalam kehidupanku!
"Lebih baik aku jalan kaki saja" kataku karena putus asa dan jengkel.
"Kau gila! kau baru saja melahirkan. Kau masih lemah. Jarak desa dari rumah sakit ini sangat jauh. Berjalan saja kau susah payah"omelnya gemas
Kedua mataku kini penuh airmata. Perutku semakin melilit-lilit. Apakah dia mengkhawatirkanku? apakah dia peduli padaku? omong kosong kalau jawabannya adalah iya! jadi untuk apa aku mengharapkan dia datang untuk menjemputku!
Belum sempat aku menghapus airmataku, Alan sudah mencengkeram lenganku, menyeretku menuju pintu keluar otomatis.
"Sekarang kau harus pulang dan istirahat" bentaknya kesal menghadapi sikap keras kepalaku
"Aku tidak mau pulang bersamamu!" kataku tercekik. Aku menangis karena kesal dan sedih. Alan tertegun melihat airmataku. Tegar bergerak-gerak dalam pelukanku. Tidak lama lagi aku harus menyusui dan mengganti popoknya, sementara saat ini aku nyaris ingin menangis histeris.
"Aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu menangis. Kau butuh tumpangan untuk membawamu pulang" Alan terdengar letih. Mungkin dia merasa bersalah karena telah membuatku menangis? omong kosong! "semakin cepat kau berhenti berdebat, semakin cepat kita sampai di rumahmu"
Kita? belum sempat aku meralat ucapanya, dia membimbingku masuk kedalam mobilnya.
Aku terdiam sambil memandangi wajah tegar, semantara Alan mulai mengemudikan mobilnya. Aku berusaha mengabaikan keberadaannya. Membayangkannya sebagai sopir taksi yang benar-benar asing mungkin lebih baik.
Sebentar lagi aku harus sampai dirumah. Hanya ada aku dan tegar. Kupikir kesibukan merawat tegar akan membuatku bahagia dan sangat sibuk tentunya. “kita sudah sampai” kata Alan
“Terima kasih atas tumpangannya” aku berkata sesopan mungkin. Lalu mendadak suaraku terdengar lebih tajam karena aku tak dapat lagi menahannya.
“Aku takkan menawarkan secangkir teh untukmu karena aku yakin kau ingin kembali ke jakarta untuk menemui grace sesegera mungkin”
“Aku masih memegang kunci rumahmu”
“Kau…!” aku hampir ingin menamparnya karena marah bukan main
“Rahman memberikannya padaku. Aku menginap disini semalam. Maaf aku sudah lancang tidur di ranjangmu. Tapi malam ini aku akan tidur di ruang tamu”
Mengejutkan! Rahman, kenapa kau tega membiarkan kakak tinggal bersamanya! untuk apa kau memberikan kunci rumah pada dia?! bagaimana mungkin kau bisa mempercayai Alan secepat itu! tentu saja karena Alan telah memberikanmu pekerjaan!
“Sudahlah kau pulang saja! aku ingin menneganggu bulan madumu!” pikiranku kalut.
“Kau harus dijaga, aku akan terus berada disini sampai aku yakin kau akan baik-baik saja”
“Aku bukan anak kecil!”
Tanpa membalasku dia masuk ke dalam rumahku. Menutup pintu ruang tamu dengan keras. Mungkin dia marah bukan main atas sikapku. Tapi aku lebih marah lagi dengan sikapnya yang tidak beda seperti pengacau dirumahku!
Dia menatapku sinis. Apa dia marah? Ah biarlah! Hari ini aku tak berselera untuk menjadi tuan rumah yang baik!
“Kau kelihatan seperti hampir mati” dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Yah mungkin mati memang lebih baik bagiku!
“Suster tadi menyuruhmu banyak istirahat bukan?” berostirahat? hal itu tak mungkin aku lakukan saat dia masih berada di tempat ini! tidakkah dia tahu?!
Tiba-tiba tegar berteriak. Kepalan tangannya yang mungil meninju udara. Sepertinya dia lapar. Sebentar lagi, aku harus menyusuinya.
“Bisakah kau membuatnya diam? dia berisik sekali”
Apa lagi yang dapat aku harapkan? mendengar bayinya menangis saja dia tidak sudi, apalagi menggendongnya!
“Lebih baik kau pergi! bayi ini juga tidak menyukaimu!”
Suara pintu luar yang ditutup nyaris membuatku lega. Seharusnya dia tidak pernah datang! sepertinya dia tidak sanggup berada didekatku dan tegar lebih lama lagi. Kedatangannya cuma membuka lama yang hampir mengering. Dan rasa sakit yang kurasakan sekarang jauh lebih hebat dari yang pernah aku bayangkan.
“Makanlah kau pasti lapar”
Tanpa kuduga Alan kembali lagi sambil membawa bubur ayam, kesukaanku yang sudah tersaji di mangkok. Menyuguhkannya didepanku.
“Aku tak lapar!” cetusku
“Kalaupun kau tidak lapar, makanlah demi anakmu. Ibu yang sedang menyusui harus makan makanan yang bergizi”
Airmata konyol memenuhi kedua mataku.
“Setelah makan kamu harus tidur kau butuh tidur lebih awal.Aku akan membereskan semunya nanti”
Aku terbangun ketika mendengar suara tangisan tegar. Naluri keibuan memaksaku bangun dan menuju ke boks bayi yang berada tak jauh dari rajangku. Dengan penuh kasih sayang aku menaruhnya dalam gendonganku. Saat melihat jam dinding. Aku baru sadar kalau sekarang sudah jam 12 malam.
Oh ternyata tegar ngompol, aku harus mengganti popoknya. Tapi aku terlalu lelah menyiapkan segalanya. Aku lupa dimana menaruh popok yang bersih, lap penyeka, krim bayi juga pakaian bayi yang bersih. Aku bingung bukan main sementara tangisan tegar semakin keras. Aku memeluk bayi yang berbobot tiga kilogram yang kesal dan lapar itu.
“Aku mendengar tangisannya” Alan muncul dari balik kamarku, dia membawa semua yang aku butuhkan.
“Aku menyesal kau ikut terbangun”
Dia mendekatiku. Lalu meletakkan popok, lap penyeka, krim bayi dan setelan pakaian bayi yang bersih.
Aku menangis dalam diam. Aku merasa kami sudah menjadi keluarga yang sempurna. Ada ayah, ibu dan anak, tapi Alan paling anti keluarga.Melihatku menangis, Alan malah keluar meninggalkanku. Mungkin dia tidak tahan melihat pemandangan seorang ibu yang menyusui anaknya.
Tapi ternyata dugaanku salah, dia kembali ke kamarku dengan membawa segelas susu hangat. Aku membaringkan tegar dalam boks bayi
“Minumlah, ibu yang sedang menyusui butuh air minum yang banyak”
Aku menghapus air mataku dan menerima segelas susu hangat itu dengan ragu-ragu. Jemari kami saling bersentuhan, hangat… betapa aku ingin menyentuh tanganya, menciumnya dengan segenap cinta yang pernah aku simpan untuknya. Aku ingin berkata padanya bahwa aku akan mencintai anak-anaknya bagaikan benda yang paling berharga didunia ini. Tapi aku tak bisa. Aku ingin mengatakan, diriku bisa memberikan semua cinta dan kesetiaan yang tak pernah diberikan ke dua orang tunya jika alan menginginkannya. Tapi Alan tak mengingnkannya!
“Nak kamu kenapa nak?” tanyaku khawatir. Hari ini tegar menangis terus padahal aku sudah menenangkannya dengan berbagai cara. Di tambah demam tinggi yang tak kunjung turun, walaupun sudah aku kompres berkali-kali.
Aku cuma bisa menangis antara sedih, jengkel, takut dan putus asa bercampur aduk menjadi satu. Aku tak tahu harus melakukan apa lagi. Pikiranku buntu melihat keadaan Tegar yang semakin mengkhawatirkan. Aku merasa tidak mampu merawat dan menyayangi tegar seperti seharusnya.
“Tegar kenapa bunga?’” tanya Alan cemas sambil meraih tegar dalam gendonganku. Aku segera menampik tanganya.
“Jangan sentuh bayiku!”bentakku.
“Bunga, kita harus membawanya kerumah sakit, badannya demam dan kelihatannya dia sesak nafas” Alan meraih tegar kedalam gendongannya. Entahlah aku harus bahagia karena dia sudah menggendong bayinya atau marah karena dia sudah merebut tegar dari pelukakku.
“Saya belum bisa memastikan. Tapi semoga perkiraan saya salah, kemungkinan TBC”
Aku seperti terjatuh dalam lubang yang penuh duri, sakit!
“Tapi anda tak perlu cemas, masih perlu dilakukan beberapa tes untuk mendeteksinya. Bila hasilnya positif berarti tubuh tegar memang sudah kemasukan basil TBC. Juga harus dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan dahak”
“Kami sudah memindahkan tegar ke ruang intensif” kehadiran kalian akan memberinya kekuatan. Bayi bisa mengenali suara orang tunya dan lebih menyukainya dibanding kan suara lain”
Kami berdua sampai diruang intensif. Bayi-bayi mungil diantaranya sakit parah yang lainnya mendekati ajal telah memenuhi ruangan perawatan. Yang mana bayiku? tegar, kamu dimana nak? itu dia! naluri keibuan menuntunku untuk melihatnya lebih dekat dari balik kaca. Aku menunduk, terlihat jarum infus menusuki tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tubuh mungilnya biru-biru dan tertusuk, ini pasti gara-gara aku. Ternyata aku tak becus merawat tegar! ibu macam apa aku?! Aku hanya berdiri menangis putus asa. Ya Tuhan apa yang telah aku lakukan? airmataku mengalir deras memandangi tubuh tegar yang terbujur kaku diruangan intensif. Wajahnya pucat dan tirus. Maafkan ibu nak, aku menangis sesenggukan. Tubuhnya begitu mungil, begitu lemah, bibirnya bergerak-gerak seperti minta dikasihani. Wajahnya mengerut sedih. Sedihkah kamu nak?
“Nak, bangun ini ibu sudah datang untuk kamu” isakku sambil menyentuh kaca aku berharap kaca itu menghilang dan aku bisa menyentuh bayiku. Aku ingin memeluknya dan memberinya kekuatan, aku ingin rasa sakit itu berpindah padaku.
“Lebih baik kamu kembali ke jakarta!karena tak ada gunanya kamu bearda disini!”
“Tegar masih sakit”
“Jangan sok perduli! bukankah kamu dulu ingin membunuh tegar ketika dia masih berada dalam kandunganku! aku harap kau tak akan pernah lupa tentang hal itu!” sikapnya yang seolah-olah seperti ayah yang baik membuat aku muak bukan main ”kau ingin menyaksikannya mati secara pelan-pelan kan?! kau hanya ingin merebut tegar dariku lalu memanfaatkanya! supaya kau dipandang sebagai ayah yang baik, supaya para klienmu memujimu!itu kan niat busukmu!”cetusku
“Aku tahu siapa kamu! Kamu tak akan melepas barang yang kamu inginkan. Tapi setelah kamu bosan, kamu buang barang itu ke tempat sampah! dan aku tak akan membiarkan anakku mengalami hal seperti itu!”
Entah kenapa aku merasa pandanganku mengabur, kepalaku terasa berat. Aku berusaha berpegangan pada tembok untuk menjaga keseimbngan. Tapi itu tak cukup membantu. Aku terjatuh dalam lubang gelap yang mengerikan.
“Istirahatlah, mungkin beberapa hari ini kamu sulit tidur dan lelah menghadapi tegar yang rewel, tidak mau tidur, takut kehilangan tegar dan aku tahu kau ingin memberikan yang terbaik untuk tegar, sementara rasa sakit setelah proses kelahiran masih terasa. Itu pasti sangat melelahkan” kata Alan ketika aku siuman dan telah terbaring diranjang rumah sakit.
Basa-basi yang bagus, sampai mampu membuat aku menangis saat mendengarnya. Aku memang terlalu lelah menghadapi semua ini. Akhir-akhir ini aku memang sering menangis. Hari ini rasa kecewa, marah dan putus asa bercampur jadi satu. Sedih karena memikirkan tegar yang kini terbaring dirumah sakit, kecewa karena ternyata aku tidak bisa merawat tegar dengan baik, marah karena kedatangan Alan yang ingin mengambil tegar dari pelukanku dan putus asa karena aku tidak tahu pada siapa aku berbagi kesedihan ini. Aku sendirian.
“Kau tenang saja, aku tak akan merebut tegar darimu. Aku yakin kau pasti bisa memberikan semua yang terbaik untuk tegar”
Rasanya sudah berjam-jam lamanya aku tebaring diranjang putih ini. Rasa takut mencekamku, hingga aku tak tahu harus berbuat apa. Benakku dipenuhi pikiran tentang suara tangis bayi yang terdengar sayup-sayup. Bayi yang malang seharusnya ada yang menggendongnya. Rasa takut kembali mencekamku sekarang. Aku bertanya-tanya, apakah tangisan bayi yang kudengar sebenarnya adalah tangisan bayiku?
Aku sudah tidak tahan lagi. Tanpa memperdulikan rasa lelah yang menyiksa, aku menuju ruang intensif. Tapi tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku dengan lembut.
“Tegar akan baik-baik saja, dokter Angel sedang memeriksanya”
Angel? dia sudah ada di tempat ini? Pasti Alan yang menyuruhnya kemari
“Aku tak mau berhutang padamu lagi!”
“Aku tak menyuruhmu mengembalikan uangmu. Aku tak akan menjebakmu seperti dulu, ini demi tegar”
Apakah aku harus percaya pada orang yang dulu pernah menjebakku dalam pernikahan yang menyedihkan? Aku tetap bersikeras mengembalikan uangnya, walaupun dia sudah berusaha menyakinkanku..aku tak mau Tegar yang jadi gantinya, aku tak akan menyerahkan Tegar padanya karena hanya dia yang kupunya.
Aku tak bisa tidur dan makan dengan nyaman. Apalagi setelah dokter angel tak bisa mendiagnosis penyakit yang diderita tegar, ini tidak mungkin! bahkan dokter angel yang kupikir adalah dokter yang paling hebat sedunia itu tak bisa berbuat apa-apa!
Anakku yang malang… ibu akan melakukan apapun demi kesembuhanmu nak. Bahkan jika harus matipun ibu rela! ibu rela menukar nyawa ibu demi kesembuhanmu…
Kedatangan Rahman tak mampu menghapus kesedihanku, apalagi mengingat pengkhianantannya
“Kenapa kakak masih membencinya? Rahman pikir waktu akan menyembuhkan luka hati kakak”
“Waktu hanya akan membusukkan luka! dia memang pantas untuk dibenci!” tandasku penuh emosi
“Dia tak seburuk yang kakak kira!”
”jadi dia itu orang yang sangat baik, sampai menyuruhku membunuh darah dagingnya! itu maksud kamu?!”
“dia memang salah. Tapi dia ingin menebus kesalahannya pada kakak”
“Dibayar berapa kamu untuk membela pengusaha itu?”
“Kak, saya tidak bermaksud membohongi kakak. Apa kakak tega memisahkan seorang ayah dan anak?”
“Itu lebih baik!” cetusku ”kalau memang kamu butuh uang kuliah, kakak masih bisa membiayaimu. Kamu tidak perlu mengemis untuk mendapatkan beasiswa padanya”
“Rahman tidak serendah itu! Rahman memang mendapat beasiswa dari perusahaan Alan dan bekerja disana. Tapi bukan karena itu saya membelanya. Rahman yakin dia orang baik” jelasnya ”kenapa kakak tak mau memaafkan Alan? Tuhan saja mau memaafkan dosa-dosa hamba-Nya walaupun sebesar dunia sekalipun”
“Gampang kamu mengatakannya, karena bukan kamu yang disakiti! kamu tidak pernah menjalani kehidupan yang bukan pilihanmu! sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan Tegar mengalami luka yang sama denganku!”
“Alan tak mungkin menyakiti Tegar. Alan menginginkannya”
“Kalau Alan menginginkan seorang anak, dia bisa mendapatkannya dari grace!” kataku dengan sengit ”kenapa kalian memihak Alan?!”
“Saya Tidak memihak Alan, saya memihak tegar! yang dibutuhkan tegar bukan dokter, bukan obat-obatan! tapi kalian!”
Kata-kata itu berdengung ditelingaku. Tapi pikiranku dipenuhi dengan bayangan tegar yang kesakitan.
“Apakah kakak akan terus membenci sementara kakak tersiksa karena kebencian itu?!
Aku hanya membisu. hanya airmata yang mengalir diam-diam membasahi pelupuk mataku.
Aku melangkahkan kaki menuju ruangan intensif. Langkahku terhenti ketika kulihat Alan berdiri didepan ruangan intensif. Wajahnya mendekati kaca, ada sungai kecil yang mengalir dari pelupuk mata melewati pipinya. Dia menangis?! apakah dia menangis karena takut kehilanagn tegar? atau karena kasihan melihat kondisi tegar?
Menyadari kehadiranku dia segera menghapus airmatanya. Aku kembali teringat pada Rahman.
“Dia mencintai kakak”Rahman memegang tanagnku. Kata-kata itu mampir seperti bisikan. Omong kosong! entah kenapa aku sulit mempercayainya. Bagiku apapun yang dikatakannya tak akan merubah semuanya. Hatiku sudah terlanjur sakit!
“Cinta?! tapi mana buktinya?! dia menjebakku, memanfaatkan aku untuk membalas dendam pada orangtuanya, membiarkan aku mengharapkan cintanya, mencampakkan ku, menyuruhku aborsi, menceraikanku, menikah dengan grace disaat aku sedang mengandung bayinya! itu yang kamu bilang cinta?!
“Dia tidak ada disaat aku tersiksa karena mual-mual di pagi hari, dia tak ada ketika aku mengalami kontraksi di malam hari, dia bahkan tak ada ketika aku berjuang melahirkan Tegar!!!”
“Alan memang salah kak. Tapi dia menyesal dengan keputusannya! dia tidak ingin menceraikan kakak, ataupun menikah dengan grace. Semua itu rekayasa orangtua Alan”
“Kakak salah bila mengira dia tidak perduli pada kakak, ketika kakak kembali kedesa, dia meninggalkan bisnisnya untuk memantau keadaan kakak dari jauh. Dia sengaja menginap di rumah orang-orang didesa dan tidak menemui kakak. Dia sengaja tidak langsung muncul di hadapan kakak karena dia tahu emosi kakak sedang labil. Dia takut kakak stress dan tambah sedih sehingga berpengaruh pada bayi kalian. Dia baru berani muncul ketika dia tahu orang tuanya menemui kakak.”
“Dia yang membeli seluruh sayuran sehingga kakak tidak perlu berkeliling kampung untuk menjajakan sayuran”
Jadi, selama ini ibu-ibu yang membeli sayuranku adalah orang suruhan Alan!
Benarkah Alan mencintaiku? benarkah dia menginginkan Tegar?
“Aku tahu kau sangat membenciku, aku juga tahu kamu tak sudi mendengar penjelasanku.” kata Alan sambil melangkah mendekatiku.”aku sangat mencintai Ratih, bila dia masih hidup mungkin dia sudah melahirkan bayi kami. Tak perduli laki-laki atau perempuan, aku akan menyayanginya agar dia tak bernasib sama sepertiku. Aku sering mengikuti perkembangan bayi kami sejak awal kehamilannya. Ratih tak bisa turun dari ranjang atau kursi tanpa bantuanku. Ketika kehamilannya semakin besar, setiap malam dia sering ke kamar mandi satu jam sekali, aku selalu menjaganya, selalu siap membantunya, menggosok punggungnya, memasangkan sepatunya, menggenggam tangannya, memeluknya ketika kesakitan, tapi tak satupun hal itu aku lakukan padamu”
Aku menangis terisak mendengarnya dan hendak berlari menghindarinya. Tapi tangannya dengan sigap menangkap lenganku. Matanya seperti memintaku untuk jangan pergi lagi meninggalkannya.
“Ketika aku menemuimu, aku melihatmu dengan hati-hati mengangkat beban tubuhmu agar bisa berdiri dari kursi dan aku tak membantumu! aku menangis karena aku telah meninggalkanmu sendirian, kamu berjuang sendirian. kamu berusaha keras menahan kesakitanmu sendiri! dan kamu sama sekali tidak meminta bantuanku, tidak memohon simpatiku. Aku tahu kenapa kau melakukannya karena kau tahu aku tak mencintaimu. Karena kau tahu aku tak menginginkan bayi itu, kamu menanggung semua beban itu sendirian walaupun aku tahu kamu sangat membutuhkanku setiap hari. Tapi kamu tak pernah memintanya. Aku tahu kamu mempertahankan bayi itu karena kamu mencintaiku. Tapi kamu tak berteriak padaku, tak menuntut apa-apa dariku, kamu hanya menungggu dan tetap mencintaiku.Tak pernah berhenti berharap. Bahkan kamu sanggup menemaniku ketika aku berpikir tak ada lagi alasan untuk hidup lagi, ketika aku berniat menyusul ratih. Kamu sanggup membuatku tersenyum setelah sekian lamanya aku menangis karena kehilangan separuh nafasku. Dan yang terbaik dari semua itu adalah kehangatan cinta yang menyirami semua orang yang mengenalmu. Jadi, bagaimana mungkin aku tak memperdulikanmu?”
“Ketika aku melihatmu kesakitan, aku serasa ikut sakit. Aku tak bisa membayangkan kamu tinggal sendirian di rumah itu, dan jika terjadi apa-apa denganmu. Kamu menahan kesakitanmu sendiri tanpa bisa mengadu pada siapapun”
Aku kembali menangis. Tapi tangisku terhenti ketika dia memelukku dari arah belakang.
“Masaku bersama Ratih telah berlalu, ijinkan aku membuka lembaran baru bersama mu, Bersama Tegar. Karena kalianlah separuh nafasku yang hilang” tangisnya “jika pintu maaf itu masih ada, bolehkah aku memasukinya untuk memberikan segenap cintaku pada kalian?” tanyanya. Aku berbalik dan balas memeluknya.
“Tolong katakan sekali lagi kalau kau mencintaiku” pintaku seraya menatap matanya.
“Aku mencintaimu, bunga”
Aku kembali menangis. Kini aku bisa merasakan kembali hangatnya pelukan Alan. Dimatanya kini ada aku, dia akan menyebut namaku. Tapi bagaimanapun juga aku tak meminta Alan untuk melupakan Ratih. Dia dewi tegar yang kukagumi.
Keesokknya kondisi Tegar mulai membaik. Ternyata apa yang dikatakan Rahman benar adanya, yang tegar butuhkan adalah kami, bukan dokter ataupun obat-obatan. Tak lama setelah itu, Alan memintaku kembali ke rumahnya karena kami masih suami istri. Tapi aku segera menolaknya. Bukan karena takut mereka menyiksaku lagi,tapi yang aku takutkan mereka akan menyiksa tegar. Dan aku tak mau anakku disakiti! cukup aku saja!
“Pulanglah bunga”
Aku menoleh ke belakang,disana telah berdiri nyonya Sabrina dan tuan felix.untuk apa mereka datng kesini?
“maafkan kami” pinta mereka sambil memelukku dengan lembut. “biarkan kami menebus kesalahan kami padamu dengan menyayangi Tegar.”
Aku hanya terdiam, lalu menganggukkan kepala. Aku tak ingin menyimpan kebencian itu lebih lama lagi. Kini aku bisa merasakan betapa damainya hatiku saat ini, betapa manisnya memberi maaf pada mereka. Aku ingin seperti Ratih yang tak pernah menyimpan dendam pada orang yang menyakitinya. Tak selamanya orang selalu berbuat jahat. Karena setiap manusia akan selalu memiliki hati nurani yang dihadiahkan Tuhan untuk mereka.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Apakah Anda mencari pinjaman pinjaman asli? Anda berada di tempat yang tepat untuk solusi pinjaman Anda di sini! Pemberi pinjaman pinjaman pribadi yang memberikan kesempatan hidup pinjaman. Apakah Anda memerlukan pinjaman konsolidasi atau hipotek? Tidak terlihat lagi karena kita di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda menjadi sesuatu dari masa lalu. Pinjaman kami kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi dalam bisnis dengan tarif 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami memberikan bantuan dan penerima yang andal dan bersedia menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini via email di:
Silahkan hubungi kami melalui e-mail via patriciajames205@gmail.com. Jadi jika Anda ingin mendapatkan pinjaman dari perusahaan saya, Anda bisa menghubungi kami hari ini.
Terima kasih

Nyonya Patricia James

Unknown mengatakan...

Halo,
Saya adalah Nyonya Patricia James, pemberi pinjaman pinjaman swasta yang meminjamkan pinjaman seumur hidup. Apakah Anda memerlukan pinjaman segera untuk melunasi hutang Anda atau Anda memerlukan pinjaman untuk memperbaiki bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda memerlukan pinjaman konsolidasi atau hipotek? Jangan melihat lagi karena kita di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda terjadi di masa lalu. Pinjaman kami kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi pada bisnis dengan tarif 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang andal dan berguna dan bersedia menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini via email di:
(patriciajames205@gmail.com/ elizabethandy95@gmail.com)

DATA PEMOHON

1) Nama Lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Jenis Kelamin:
6) Status Perkawinan:
7) Pekerjaan:
8) Nomor Telepon:
9) Saat ini posisi di tempat kerja:
10) Pendapatan bulanan:
11) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan:
12) Durasi Pinjaman:
13) Tujuan Pinjaman:
14) Agama:
15) Sudahkah anda melamar sebelum:
16) Tanggal lahir:
Terima kasih