Rabu, 29 Oktober 2008

makalah kontak pertama kaum muslimin dengan filsafat yunani


PEMBAHASAN

A. Penaklukan Alexander dan Perkembangan Pemikiran

Pemikiran filsafat Yunani mulai berkembang pada abad VI sebelum Masehi. Filsafat Yunani yang berkembang ini bukanlah hasil pemikiran filosof Yunani semata pada waktu itu, akan tetapi lebih tepat dikatakan hasil proses perkembangan berpikir dan kumpulan dari pilihan-pilihan kebudayaan sebelum masa filosof itu.

Tujuan semula keberadaan filsafat Yunani itu untuk menguji kebenaran ajaran agama, maka pengetahuan keagamaan yang dapat dibenarkan oleh akal pikiran dinamakan filsafat dan yang tidak sesuai disebut Cerita-Agama.

Menurut Cicero, seorang penulis Romawi (106-43 SM) mengatakan bahwa orang yang pertama memakai kata filsafat adalah Pitagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap orang-orang pada zamannya yang mengaku ahli ilmu pengetahuan. Menurut Pitagiras bahwa Ilmu Pengetahuan dalam artian yang lengkap, tidak akan dapat dicapai seluruhnya oleh manusia, walaupun ia menghabiskan waktu seluruh umurnya. Karena itu manusia tidak dapat menamakan dirinya sebagai Ahli Ilmu Pengatahuan, melainkan hanya pencari dan pencinta ilmu pengetahuan.

Salah seorang yang berjasa dalam menyebarkan kebudayaan Yunani adalah Alexander Agung yang pada tahun 331 SM dapat menguasai Persia (Darius), namun di negeri jajahan itu, ia selalu berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dengan kebudayaan jajahannya, antara lain dengan cara perkawinan, berpakaian dan pengangkatan pegawai atau pengiringnya.

Alexander kawin dengan Statira (puteri Darius), demikian pula 24 (dua puluh empat) jendralnya mengikuti jejak sang raja. Selain itu Alexander tidak segan-segan berpakaian secara orang Persia dan banyak orang Persia yang diangkat menjadi pegawai kerajaan atau sebagai pengiring raja.[1]

Keinginan Alexander untuk menguasai sekaligus menyatukan kebudayaan yang ditaklukkannya, baik di Barat maupun di Timur, maka dibukalah pusat-pusat pengkajian kebudayaan dengan menjadikan kebudayaan Yunani menjadi inti kebudayaan mereka (Hellenisme).

Kota Iskandariah dibangun oleh Alexander Agung sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan mengingat letak geografinya yang strategis antara timur dan barat, maka sebagian besar karya-karya ahli-ahli Yunani disusun di kota tersebut sehingga perpustakaan kota ini menghimpun ratusan ribu karya dalam berbagai bidang.

Pada tahun 323 SM. Alexander meninggal dunia namun kebudayaan dan peradaban Yunani sudah meluas sampai di Persia. Abu Zahrah berpendapat bahwa filsafat Yunani termasuk dalam dunia Islam melalui orang-orang Persia.

Sekitar abad ke-7 dan 8 M. di Iskandariah lahir ahli pikir generasi kedua yang mengatur, menyusun dan mempelajari buku-buku peninggalan para ahli pikir generasi pertama. Mereka ini adalah orang-orang Arab yang menterjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Iskandariah pada masa ini tidak hanya sebagai pusat ilmu pengetahuan, tapi juga pertemuan berbagai budaya yang hidup pada masa itu, baik yang bersifat agama, pemikiran filsafat maupun kesusastraan.

Filasfat Islam telah menyebarkan sayapnya ke Syiria, Mesir, Afrika Utara dan sebagian Spanyol. Melalui filosof-filosof Kristen di Syiriah pula, orang-orang Islam mengenal filsafat Yunani.[2]

Dengan demikian filsafat Yunani yang sampai ke dunia Islam, bukanlah langsung dari Yunani akan tetapi melalui filosof di luar Yunani dan bahkan telah bercampur aduk dengan pemikiran-pemikiran di mana filsafat itu berkembang.

B. Peranan Khalifah Abbasiyah Dalam Masuknya Pemikiran Yunani Dalam Dunia Islam

Warisan pemikiran Yunani memiliki sebuah peran yang lebih kompleks dan bervariasi dalam pembentukan peradaban Islam. Pemikiran Yunani yang terdapat di dunia Islam merupakan pemikiran Yunani yang dipahami dan diinterpretasikan oleh imperium. Bangsa Romawi berbagai nilai dari kultur Yunani tersebut melalui berbagai jalur, masuk dalam pembentukan pemikiran Islam. Pengaruh yang saling menonjol adalah dalam bidang filsafat para filosof di zaman Islam juga menghadapi isu-isu teologis, seperti permaaslahan zat Tuhan dan sifat-sifatNya, teori kenabian, etika, dan berbagai permasalahan mengenai hubungan filsafat dan wahtu dengan munculnya filsafat di tengah kehidupan umat Islam yang memberikan kebebasan seluas mungkin untuk mengembangkan sejarah dan peradaban Islam.[3]

Pada zaman dinasti Bani Abbasiyah dengan pusat kerajaannya di Baghdad mulai tertarik pada filsafat Yunani. Memang pemasukan filsafat Yunani kedalam Islam lebih banyak terjadi melalui kota ini, khususnya di Irak pada umumnya. Disinilah timbul gerakan penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab atas dorongan khalifah Al-Mansyur dan kemudian khalifah Harun Al-Rasyid. Kegiatan ini meningkat pada masa khalifah Al-Makmun, putra Harun Al-Rasyid yang terkenal dengan zaman penerjemahan.[4]

Khalifah al-Masyur meminta Ibnu Muqaffa, ia meminta untuk menerjemahkan kitab Kalilah wa Dimmah dari bahasa Persia. Demikianlah buku-buku Yunani yang sudah dialih bahasakan kedalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan mencapai zaman keemasannya pada masa khalifah Al-Makmun. Ia juga termasuk seorang intelektual yang sangat menggandrungi ilmu pengetahuan dan filsafat. Khalifah Al-Makmun mendirikan akademi Bait Al-Hikmah, akademi ini tak hanya sebagai tempat penerjemahan tetapi juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains.

Dalam era penerjemahan ini bermacam-macam buku filsafat dalam berbagai bidang diterjemahkan kedalam bahsa Arab baik dari bahasa Suryani, Persia maupun yang berbahasa Yunani sendiri. Diantaranya karya Plato, Aristoteles, dan Neo Platonisme.[5]

Dengan adanya penterjemahan ini umat Islam telah mampu dalam waktu relatif singkat menguasai warisan intelektual dari Yunani dan Persia. Warisan intelektual tersebut dikembangkan oleh pemikir-pemikir Islam menjadi suatu kebudayaan yang lebih maju sebagai tergambar dalam berbagai bidang ilmu dan mazhab filsafat yang beraneka. Namun disayangkan kejayaan ilmu dan filsafat tersebut hanya dapat berlangsung sampai XIII M, kemudian orang-orang Barat memindahkan pusat ilmu pengetahuan tersebut ke negerinya.


KESIMPULAN

Pemikiran filsafat Yunani mulai berkembang pada abad VI sebelum Masehi. Filsafat Yunani yang berkembang ini bukanlah hasil pemikiran filosof Yunani semata pada waktu itu, akan tetapi lebih tepat dikatakan hasil proses perkembangan berpikir dan kumpulan dari pilihan-pilihan kebudayaan sebelum masa filosof itu.

Salah seorang yang berjasa dalam menyebarkan kebudayaan Yunani adalah Alexander Agung yang pada tahun 331 SM dapat menguasai Persia (Darius), namun di negeri jajahan itu, ia selalu berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dengan kebudayaan jajahannya, antara lain dengan cara perkawinan, berpakaian dan pengangkatan pegawai atau pengiringnya.

Pada zaman dinasti Bani Abbasiyah dengan pusat kerajaannya di Baghdad mulai tertarik pada filsafat Yunani. Memang pemasukan filsafat Yunani kedalam Islam lebih banyak terjadi melalui kota ini, khususnya di Irak pada umumnya. Disinilah timbul gerakan penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab atas dorongan khalifah Al-Mansyur dan kemudian khalifah Harun Al-Rasyid. Kegiatan ini meningkat pada masa khalifah Al-Makmun, putra Harun Al-Rasyid yang terkenal dengan zaman penerjemahan.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973

Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1976

Bosworth, GE., Dinasti-Dinasti Islam, Bandung : Mizan, 1993

E.T., Rustomi, Pengantar Ilmu Sejarah; Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat & IPTEK, Jakarta : Rineka Cipta, 1999

Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007



[1] DR. Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm 8

[2] Dr. K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1976, hlm. 20

[3] Ge Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan, 1993, hlm. 30

[4] Prof. Drs. H. Rustam E.T., Pengantar Ilmu Sejarah, Teori-Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat & IPTEK, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, hlm. 186

[5] Prof. H. Surajuddin Zar, M.A., Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 36

Tidak ada komentar: